Minggu, 28 Juni 2009

Thomas Cup 2009

Nah paroki St. Thomas Rasul akan memperingati pesta nama pelindung gereja dan peringatan paroki mandiri yang pertama. Maka akan diadakan beberapa rangkaian kegiatan yaitu :

1. Lomba keluarga, 5 Juli 2009, Gereja St. Thomas Rasul Bedono

a. Kempit balon (beregu) peserta TK s/d 3 SD

b. Memasukkan pensil (beregu) peserta TK s/d 1 SMP

c. Estafet bola pingpong (beregu) peserta 4 SD s/d 1 SMP

d. Kipas contong (perseorangan) peserta TK s/d 1 SMP

e. Melengkapi gambar (pasangan orang tua dan anak)

2. Lomba liturgi, 19 Juli 2009, Gereja Santa Maria Sadang

a. Baca kitab suci, peserta anak SD (per lingkungan 1 org)

b. Solis, peserta anak SMP (per lingkungan 1 org)

c. Cerdas cermat, peserta 2 remaja (2 SMA sederajat), 1 orang tua (antar wilayah)

3. Lomba Olah raga gembira, 2 Agustus 2009, Gereja Santa Anna Nawangsari

a. Volley net gelap beregu (5 orang), putra-putri (Kaum Muda dan STW) per wilayah

b. Futsal mata satu (anak dan remaja), (dewasa + STW) per wilayah

Temu Kaum Muda RAYON BAGUS

Eh... temen temen yang berbahafgia,
Sebentar lagi Kaum Muda Rayon BAGUS (Bedono, Ambarawa, Girisonta, Ungaran, Salatiga) akan mengadakan Temu Kaum Muda Rayon di SMP PL Ambarawa, . Untuk biaya ditanggung oleh Paroki. Doakan semoga sukses ya........

RERASAN SI TONO, TINI, DAN PLONTANG

RERASAN SI TONO, TINI, DAN PLONTANG

PETRUS THUKUL, ASAL PAROKI NAWANGSARI


Kenalkan, aku Petrus Thukul, tempat tinggal di Pasturan Nawangsari.

Jangan rendahkan aku, walau aku sebagai piaraan dan penjaga pasturan. Namaku keren kan, maklum yang kasih nama bos-bosku para kawula muda gereja. Nama asliku sebenarnya Noben (ah lebih keren ta!). Kakek nenekku dulu berasal dari keluarga pasturan juga. Kata orang-orang sih nama moyangku dulu Tono dan Tini. Dulu mereka tinggal di pasturan Bedono, di Paroki tetangga Nawangsari. Lha namaku Noben, katanya dulu di Pasturan Bedono ada aktivis yang ukurannya badannya extra-extra besar, tetapi tokoh aktivis kaum muda jaman itu yang loyal dan banyak peran serta di kegiatan kaum mudanya, namanya Beni. Lha untuk kenang beliau, karena tubuhku bunder walau kecil, aku dikasih nama Noben, alias nom-nomane beni.

Sekarang ada nama baru lagi untukku Petrus Thukul, yah mungkin dihubung-hubungkan dengan bau gerejalah. Konon dulu waktu kakek nenekku Tono dan Tini; yang berkarya di Gereja Bedono adalah Romo Koko. Seorang Romo yang besar jasanya bagi perkembangan Gereja Bedono. Beliau sangat meng-umat, mampu membawa energi untuk membangkitkan semangat umat dalam menggereja. Walau begitu kadang keluar juga pisuhan kenthalnya kalau lagi jengkel. Kalau lagi tidak berkenan, atau sekedar guyonan, sering keluar dari suara khasnya kata-kata pethuk. Lha untuk mengenang beliau dalam hal kecil dan sedikit negatif ini, aku diparabi Petrus Thukul, perpan-jangan dari kata Pethuk. Tapi baiklah, soal nama nggak usah diperpanjanglebarkan, anggaplah informasi yang dipantes-panteskan saja, semoga beliau-beliau yang mendengar jangan tersinggung, tapi ambil nilai postitifnya saja. Dalam kesempatan ini aku mau kenalkan sedikit gambaran tentang Gereja Paroki Nawangsari tempat saya tinggal ini.

Gedung Gereja tidak banyak berubah sejak dibangun dulu. Dari bangunan awal pernah direhab oleh perencanaan Mbah Nardi cs. Saat ini diubah lagi lewat tangan-tangan sukarelawan yang mau peduli pada gereja ini. Kalau dulu bisa dijadikan kolam renang bagian tengahnya karena lebih turun dari kelilingnya, sekarang sudah dira-takan. Bangunan dipoles dengan aksen minimalis modern yang dikombinasikan dengan batuan alam, sehingga suasana back to nature sangat kental dan terpenuhi bagi umat pengguna gereja yang pengin kembali ke nuansa ini.

Lingkungan mungkin tidak banyak berubah, hanya saja sekarang Romo Paroki lebih padat jadwal kunjungan ke keluarga. Memang lingkungan jadi tambah banyak walau KK per lingkungan hanya sedikit. Jadwal kunjungan saat ini sampai Tukbugel, sebagian Njlamprang Wetan, Ngguyang-warak, Pijahan, Seworan, Kali Pucang, sampai sekitar Pagonan. Komunikasi bukan jadi halangan lagi, tehnologi komunikasi sangat mengumat di Paroki ini. Maklum, dulu kaum muda sini sangat mudah diorganisir, mudah berkumpul karena orang tua dan keluarga mendukung. Salah kalau dulu kata Eyang Pujik Bedono susah komunikasinya. Tapi nyatanya lain, para keluarga tidak menghalangi bahkan mendukung semua kegi-atan kaum muda, tidak ada rasa curiga, tetapi semua kompak, mau kumpul bersama, berbagi penga-laman dan pengetahuan terutama tentang perkembangan tehnologi komunikasi yang saling isi. Sehingga gaptek bukan lagi kendala di Nawangsari ini. Sekarang segala info, undangan, dan macem-macem kebutuhan komunikasi, sudah on-line di semua keluarga. Jadi tidak ada alasan lagi bagi keluarga atau person yang tidak tahu informasi.

Dalam Bidang Liturgi dan Peribadatan bukan hal sulit lagi. Semua yang mendapat tugas membantu Liturgi dalam hal apa-pun bukan menjadi beban, tetapi sudah menjadi kebanggaan. Jadwal peribadatan sangat bervariasi, ada misa suasana klasik dengan Gregorian, kadang nglaras madya yang dulu katanya kekaremane eyang buyut Purman, kroncong, atau kerawitan dan ada suasana anak-anak setiap misa minggu gembira. Romo membebaskan seluruh umat mau mewarnai ibadat dengan warna apapun sepanjang tidak melewati peraturan pokok ketataliturgian. Misa dalam hari Minggu hanya dua kali, Minggu pagi bahasa Indonesia, dan untuk Sabtu sore giliran, bahasa Jawa untuk umat yang ingin meles-tarikan budaya nenek moyang, dan Sabtu depannya bahasa Inggris, sehingga para tamu Penginapan Losari bisa bermisa di Gereja Nawangsari, atau kadang bahasa daerah lain lagi, agak tergantung asal daerah mana tamu yang banyak menginap di hotel saat itu.

Bidang pewartaan berjalan cukup baik. Kegiatan berjalan sesuai program, dan semua umat dan pengurus lingkungan langsung tanggap bila program-program pengajaran mesti jalan. Tidak ada lagi misal ada info bulan ini akan ada krisma atau komuni pertama, umat di lingkungan belum menang-gapi, dan para katekis dan ketua lingkungan baru sadar dan tergo-poh-gopoh karena jadwal sudah dekat tetapi belum bertindak apa-apa, sehingga langkah instant dipermaklumkan.

Pelayanan kemasyarakatan dan bidang oraganisasi jalan baik pula. Kaum muda yang selalu menjadi warna penyemangat kegi-atan gereja selalu sigap dan men-jadi ujung tombak dewan paroki. Bagi Lansia tidak perlu prihatin, pendampingan dari berbagai bi-dang sangat terpenuhi. Bagi orang tua (yang tidak perlu nunggu sudah merasa dipinggirkan) bisa meng-ikutinya. Bahkan kesinambungan program dari pasutri (pasangan suami istri) baru, pasutri dengan anak yang sudah mentas saling menyambung. Jadi yang masih umur 45 tahun pun bisa ikut kegiatan lansia, karena kegiatannya begitu variasi, menyegarkan, dan menumbuhkan semangat hidup tinggi dengan banyak sekali pela-yanan dan hubungan luas teman-teman para tua. Saya juga agak heran begitu pedulinya anak-anak muda terhadap keperluan para sepuh-sepuh ini. Banyak bidang pewartaan lain yang tidak kalah dengan lansia ini, tetapi mungkin tidak bisa saya utarakan satu demi satu.

Kepengurusan Dewan Paroki sudah mendapatkan sertifikasi SIMAK (sistem managemen keuskupan –Cuma ngarang-) sejenis sertifikasi ISO waktu lalu. Jadi Paroki Nawangsari mudah diakses, memasyarakat sosial, ber-tanggung jawab seutuhnya kepada umat dan Tuhan; dengan sistem online turut program keuskupan.

Mungkin baru ini ya pamer Petrus Thukul sepintas tentang Paroki yang aku tempati ini, bolehlah pembaca menyikapi dengan banyak macem hal, tetapi harapan saya, ya selamatkan saja saya bila

dampaknya menggugah hal yang tidak menyenangkan saya, karena saya dengar dulu keluarga kakek saya Kancil jadi korban Mbah Ndol, tanpa ada kesalahan apapun, tanpa persidangan langsung ditangkap dan dimasukkan mobil.

Salam Petrus Thukul

OMNIA MUNDA MUNDO


Permulaan hari = primo diluculo adalah lembaran yang baru, yang wajib kita syukuri, karena dengan hari baru, Allah Bapa mencurahkan penyelenggaraan Ilahi di seluruh hari bagi kita. Sudahkah hari ini kita bersyukur atas segala hal kepada Tuhan? Ingat Tuhan bersabda : “Allah turut bekerja dalam segala hal untuk menda-tangkan kebaikan bagi yang percaya kepada-Nya.”

Mengapa kita harus bersyukur? Hal ini sekaligus menjawab pertanyaan pada edisi yang lalu tentang “syukur”. Apapun harus kita syukuri karena itulah yang dikehendaki Allah.

Sebagaimana dalam edisi kemarin, mengapa setiap aktivitas dalam seluruh hari harus kita syukuri. Sadarkah saudara bahwa banyak orang yang tidur tidak dapat bangun lagi, bisa bangun tetapi tidak bisa berjalan dengan sempurna, ada yang jatuh di kamar mandi, ada yang mau sarapan tetapi tidak ada yang dimakan, dan sebagainya.

Kata-kata bersyukur, puji Tuhan yang terucap oleh bibir tetapi muncul dari hati yang terdalam. Iman muncul dari rasa syukur yang dalam, hal itu menunjukkan pula bahwa di dalam hatinya ada kekuatan Ilahi. Mengapa? karena roh kita dipenuhi oleh Roh Tuhan (Roh Kudus yang telah dicurahkan kepada kita saat dibabtis dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus).

Dengan kata lain jika kita sesering mungkin melakukan syukur sehingga otot syukur kita secara otomatis berjalan dan hati kita menjadi damai karena gelombang hati kita menyambung dengan gelombang Tuhan. Bagaimanakah suasana hati yang damai, bersih penuh syukur dapat sesering mungkin dapat kita alami?

Saya sering melakukan apa yang dikatakan dengan istilah “Omnia Munda Mundo” yang artinya, supaya melihat dunia ini dengan hati yang bersih.

Hati yang bersih sangat mempengaruhi pikiran yang positif, hal ini dapat membawa kita pada tempat yang disebut zona Ilahi. Yaitu selalu dalam keadaan bahagia, syukur, tenang dan fokus akan apa yang kita kehendaki dan kita percayai sampai menjadi iman. Hal-hal inilah yang dapat memungkinkan kita masuk dalam gelombang Tuhan untuk menerima berkat dan rahmat-Nya, yang ditegaskan dalam Rom. 1:16-17 (Orang benar akan hidup oleh iman)

Sebaliknya mengapa kita kadang jauh dari berkat dan rahmat-Nya, ternyata karena sikap kita sendiri yang membuatnya, karena orang masuk dalam zona nafsu antara lain: marah, sombong, takut, khawatir, ragu-ragu, bimbang, iri, dengki. Semua ini memberikan gambaran bahwa orang tidak memiliki iman yang kuat atau tidak percaya akan apa yang dia kehendaki. (Rom. 1:24-32).

Saudara-saudariku se-Bapa yang terkasih, dasar hati yang bersih seperti dasar danau dengan air yang bersih memungkinkan kita dapat melihat apa saja yang ada di dalamnya. Jika dasar hati kita atau ‘beliefe’ kita bersih menghasilkan pikiran positif akan mempengaruhi tindakan yang positif dan jika itu menjadi suatu kebiasaan maka akan menjadi character seseorang yang sangat berpengaruh pada nasib.

OMM (Omni Munda Mundo) merupakan suatu anchoring (kata kunci) yang luar biasa untuk dapat selalu melihat, merasakan, menikmati kemuliaan Tuhan atas karya-karya-Nya yang agung kepada kita.

OMM selalu memungkinkan hidup kita dipimpin oleh Roh, yang selalu menghasilkan banyak buah-buah kasih, sukacita, damai sejahtera yang melimpah.

Kelimpahan itu terjadi jika kita mensyukuri, berperasaan, berpikir, berkeyakinan dan percaya akan kelimpahan karena memang itulah milik kita. Dalam Yoh. 10:10 Tuhan bersabda : “Aku datang supaya mereka mempunyai hidup dan mempunyainya dalam segala kelimpahan”. Orang bijak berkata : “Siapakah Anda hari ini? Anda adalah apa yang Anda pikirkan hari ini.” Oleh karena itu kendalikanlah pikiran Anda, karena pikiran Anda seperti tanah yang subur, satu benih jatuh di pikiran kita maka akan cepat berkembang, baik pikiran negatif maupun positif.

Suatu analogi dari hebatnya suatu pikiran, pernahkah Anda melihat film di bioskop? Apa yang terjadi di sana? Baik di belakang maupun di depan Anda. Masih ingat, bahwa proyektor ada di belakang Anda sementara layar ada di depan Anda. Gambar yang dimasukkan ke dalam proyektor akan terlihat di layar lebar. Pelajaran apa yang dapat kita petik?

Proyektor = pikiran kita. Ada dua bagian dalam pikiran kita = sadar dan bawah sadar. (Consious mind and sub consious mind). Gambar apapun yang dimasukkan dalam slide proyektor akan terlihat di dalam layar, demikian juga apa saja yang masuk dalam pikiran kita akan tertuang di dalam pikiran bawah sadar (sub consious mind). Anda harus hati-hati dan selektif dalam menyimpan hal-hal yang akan kita kehendaki, karena alam bawah sadar tempat menyimpan segala hal baik positif maupun negatif.

Sekaranglah waktunya untuk sebanyak mungkin menyimpan hal-hal yang positif.

Untuk dapat melakukan tindakan, kebiasaan, character dan nasib yang positif maka kita harus siap mengubah dari dalam (change from within) dengan Omnia Munda Mundo.

Jika menang ada di pikiran kita

maka kita akan menang dalam kehidupan kita.

Tetapi jika kalah ada di pikiran kita,

maka sebenarnya kita sudah kalah sebelum berperang.

Karena kesuksesan dimulai dari pikiran Anda.

Think big, but start to small thing.




Kentuk R.

Lingkungan Cicilia Bedono

Wiraswastawan yang sering memberikan motivation training

BELAJAR UNTUK MENCINTAI SESAMA


Marilah kita telusuri lorong menuju cinta. Jalannya mungkin sempit, berbatu-batu, melelahkan dan menyakitkan namun di sanalah gaung panggilan cinta menjadi kentara dan bening. Memang tidak mudah mencari cinta yang sejati. Cinta memang sulit dirumuskan dengan kata-kata. Cinta hanya dapat dirasakan. Diantaranya melalui kepedulian kepada mereka yang membutuhkan.


Di sini kita mencoba berusaha untuk peduli terhadap penderita sakit yang sudah menahun, tak kunjung sehat/kuat kembali. Biasanya mereka yang baru jatuh sakit karena hipertensi sampai stroke, atau sakit pengapuran atau karena kecelakaan. Begitu masuk rumah sakit terus opname banyak yang menengok. Dan opnamenya cukup lama, itu saja belum menjamin untuk sembuh secara total. Setelah dokter menyatakan boleh pulang, mereka masih membutuhkan perawatan secara rutin dan khusus, yang waktunya cukup lama, bahkan bertahun-tahun. Mereka akan mengalami kejenuhan. Mereka sangat membutuhkan dukungan moril, diantaranya melalui kunjungan, doa, memberi semangat hidup beriman. Untuk itu anggota gereja harus ada perhatian.

Beberapa orang tua rasan-rasan mempunyai niat untuk peduli terhadap mereka dengan cara mengunjungi. Maka kami berusaha untuk mengkoordinir mereka. Dan terbentuklah team yang terdiri dari : Ibu Mardiatmaja, Bp FX. Sumaryana, Ibu Sumaryana, Bp P. Winarso, Bp Y. Pranoto dan Bp T. Kuyana. Kami melaporkan hal itu kepada Romo Koko selaku Romo Paroki. Dan Romo merestui bahkan siap mengikuti serta memfasilitasi dengan kendaraan paroki untuk kegiatan tersebut. Romo berpesan : atur jadwalnya dan apabila ada yang membutuhkan sakramen minyak suci beritahukan saya.

Kami segera menyusun jadwal sementara Jumat II tanggal 12 Juni 2009 jam 15.00 WIB untuk Lingkungan Yoh. Pembabtis dan Alloysius (Wawar Lor) dan Jumat II tanggal 10 Juli 2009 untuk daerah Bedono. Dan untuk jadwal berikutnya akan diatur untuk wilayah atau lingkungan lainnya sampai seluruh Paroki. Kegiatan kunjungan ini dilaksanakan tiap hari Jumat II.

Jumat Legi tanggal 12 Juni 2009 jam 15.00 WIB saya bersama Mas Widodo keluar dari halaman Gereja Bedono menghampiri Bu Mardi dan Bp. Sumaryana beserta Ibu. Mereka sudah siap berangkat. Kebetulan waktu itu hujan, maka mereka sedia menggunakan payung untuk menghampiri mobil. Pintu dibuka oleh Mas Wid naiklah mereka. Mobil dijalankan menuju depan SMP Theresiana. Ternyata Pak Win telah menunggu di sana dan segera naik mobil. Masih Bu Darma dan Pak Pranoto. Ternyata Bu Darma tidak dapat ditemui, maka mobil segera dijalankan menghampiri Pak Pranoto. Di depan rumah Pak Pran sudah siap maka segera masuk, kami segera menuju ke rumah Ibu Supiah.

Dalam perjalanan kami sempat berbincang-bincang serta berkelekar. Bu Mardi mendapat telepon dari putranya melalui HP yang sempat saya dengar diantaranya: Bu Mardi menjawab bahwa beliau akan menjawab nanti setelah kunjungan. Bahkan beliau mengatakan “ Bila ada kesempatan untuk mengunjungi, saya akan mengunjungi daripada dikunjungi “. Saya sangat kagum akan kata-kata serta semangat beliau yang sudah usia 80 tahun itu. Saya yang lebih muda merasa terusik hati saya akan semangat beliau. Itulah pengalaman perjalanan kami yang pertama.

Setiba dirumah Bu Purwo kami disambut anak dan cucunya menggunakan payung karena hari masih hujan. Waktu menghampiri Bu Purwo beliau masih terbaring di tempat tidur. Satu per satu kami menyalami Bu Purwo, saya sempat sedikit menerangkan kepada rombongan tentang yang diderita Bu Purwo. Beliau terserang penyakit pengapuran pada tulang belakang sampai pada tulang leher sehingga tidak mampu berdiri. Dan penyakit itu telah diderita kurang lebih 8 bulan. Keluarga mengobatkan beliau ke RS Elizabeth Semarang. Tetapi tidak sembuh total. Terpaksa dirawat di rumah oleh anak cucunya. Akhirnya rombongan satu per satu memberi masukan sebagai dorongan semangat ( moril )antara lain supaya: sabar, tabah, iktiar, serta pasrah kepada Tuhan. Kunjungan ke Bu Purwo diakhiri dengan doa bersama yang dipimpin oleh P Winarso.

Kunjungan dilanjutkan ke rumah Bp Ig. Raminto. Beliau telah lama mengidap stroke kurang lebih 3 bulan. Masih untung beliau walaupun tertatih-tatih masih dapat berjalan dan berkomunikasi. Di situ pun kami melakukan hal yang sama. Hanya saja doa dipimpin oleh Bp Y Pranoto. Tiap kali masuk rumah yang dikunjungi lamanya kurang lebih 30 menit. Dan Mas Widodo mengambil foto untuk kegiatan ini sebagai bahan dokumentasi.

Kunjungan berikutnya ke rumah Bp. Suparman di lingkungan Alloysius. Yang menderita sakit Bu Agnes Tuminah ( istri Bp Suparman ). Bu Parman menderita sakit kecelakaan mobil, sehingga mengalami patah tulang pada kaki. Beliau sulit untuk berjalan normal. Kami pun memberikan semangat hidup. Dan saya pun mengucapkan banyak terima kasih kepada bapak-bapak prodiakon yang setiap kali mengirim komuni kudus kepada mereka yang jompo. Di sini doa dipimpin oleh Bu Mardi sebagai sesepuh kami.

Kunjungan berikut yang terakhir dalam kegiatan kami yang perdana ini ke rumah Bp. Subagyo. Di sini yang menderita adalah Bu Bagyo yang mengalami gagal operasi mata. Bu Bagyo sangat gembira menerima kunjungan kami. Pak Bagyo menerangkan kejadian yang diderita istrinya. Bu Bagyo operasi mata karena katarak, tetapi hasilnya gagal sehingga mengakibatkan cacat dan tidak dapat melihat. Setelah berbincang-bincang, kunjungan kami akhiri dengan doa bersama dipimpin oleh Bp T. Kuyana. Akhirnya mohon pamit untuk pulang ke rumah masing-masing dengan rasa damai di hati. Mas Widodo dengan sabar mengantar kami ke rumah masing-masing. Terima kasih kami dan ucapan syukur atas terselenggaranya kegiatan kami yang perdana terutama kepada Tuhan yang telah berkenan menuntun kami untuk berkunjung. Juga kepada Romo Koko yang telah merestui dan meminjami mobil. Mas Widodo terimakasih ya, yang telah mengantar kami sampai pulang kerumah lagi.

Inilah pengalaman kami dalam kunjungan, harapan kami kepada yang bersedia menjadi anggota kami harap menghubungi Bp. T. Kuyana. Kepada yang lain kami mohon doa restunya saja agar kegiatan kami dapat berjalan rutin dan berlanjut serta lancar.

T. Kuyana

LINGKUNGAN SANTO ALLOYSIUS WAWAR LOR


Tahun 1953, dibentuk sebuah kelompok umat Katholik yang waktu itu dikenal dengan sebutan “Kring”, yaitu Kring Wawar Lor, dengan ketua Bpk. Al. Proboukirdi (Alm), bendahara Bpk. Rahmat Darmo Siswoyo (Alm) dan sekretaris Bpk. AR. Margono. Umat yang tergabung di dalam kring ini berasal dari berbagai dusun, antara lain dusun Wawar Lor, Wawar Kidul, Karang Anyar, Jeruk Wangi, Kaligaleh, Tempuran, Tapak dan Sirap. Bisa dilihat bahwa jarak antara umat yang satu dengan yang lain tidak begitu dekat. Hal ini pastilah membuat para pengurus kesulitan dalam memberikan pelayanan kepada umat secara penuh apalagi dari tahun ke tahun jumlah umat di kring ini juga semakin banyak. Untuk mem-berikan pelayanan yang lebih baik dan efisien kepada umat, maka tahun 1995 umat yang berada di dusun Kaligaleh, Tempuran, Tapak dan Sirap memisahkan diri menjadi Kring Tempuran ( sekarang Lingk. St. Fransisikus Xaverius ). Demikian juga umat yang bertempat tinggal di dusun Wawar Kidul, mereka memisahkan diri tahun 2002 dengan nama Lingk. St.Paulus. Kring Wawar Lor inipun berganti nama dengan nama Lingkungan Alloysius (diperingati setiap tanggal 24 Oktober) dimana nama ini di ambil dari nama permandian sesepuh umat di Wawar Lor yang dulu pada awal berdirinya menjabat sebagai ketua pengurus. Kemudian tanggal 1 Januari 2005 lingkungan Alloysius dimekarkan lagi menjadi 2 lingkungan yaitu lingkungan Alloysius sendiri dan lingkungan Yohanes Pembabtis ( sebelah barat dusun Wawar Lor )

Lingkungan Alloysius diketuai oleh Bpk. Suradi Ignatius dibantu Ibu Athanasia sebagai sekretaris dan Ibu Demitria Maria Krissuwarni sebagai bendahara. Ada juga pengurus yang lain yaitu Bpk. FX. Mudiono sebagai Sie Liturgi dan Bpk. St. Purwanto sebagai Sie Pewartaan. Mereka bersama-sama melayani umat yang berjumlah 146 orang terdiri dari 74 orang perem-puan dan 72 orang laki-laki dan keseluruhan umat di lingkungan ini berjumlah 35 KK. Dengan ini pelayanan kepada umat menjadi lebih maksimal, selain jarak yang tidak terlalu jauh mereka juga tinggal berdekatan (dalam lingkup dusun dari RT 7 - RT 10 ) meskipun masih ada beberapa umat yang tinggal di dusun lain seperti di Karang Anyar dan Jeruk Wangi. Dari sejumlah umat yang berada di lingkungan Alloysius terdapat 60 % umat yang begitu antusias untuk mengikuti pertemuan dan kegiatan yang diadakan di lingkungan tersebut. Pertemuan lingkungan diadakan satu minggu sekali yaitu setiap hari Senin pukul 17.00 WIB sampai selesai, sedangkan per-temuan kaum muda diadakan setiap malam Minggu pertama dan ketiga. Baru-baru ini, kaum muda di lingkungan Alloysius mendapat kesempatan untuk menjadi Panitia Outbond di Umbul Songo Kopeng. Hal ini membuat mereka menjadi aktif dalam mengikuti kegiatan di lingkungan sehingga dalam kegia-tan paroki mereka dapat mengi-kutinya dengan baik. Selain kaum muda yang aktif ,umat yang sudah lanjut usia pun masih aktif mengikuti kegiatan khususnya pada saat doa bersama. Hal lain yang bisa dibanggakan dari lingkungan Alloysius ini yaitu ada beberapa umat yang terlibat menjadi pengurus paroki, baik sebagai Dewan Paroki, Pengurus Wanita Katolik maupun pengurus kaum muda paroki Santo Thomas Rasul Bedono. Keterlibatan umat Alloysius memberikan andil yang cukup besar dalam kemajuan dan perkembangan paroki kita.

Di samping banyak hal yang bisa dibanggakan, lingkungan Alloysius mempunyai beberapa kendala dalam melaksanakan tugas yang diberikan gereja. Misalnya saja untuk kegiatan kerja bakti di gereja hanya dikerjakan oleh mereka yang ”di rumah” alias tidak bekerja. Salah satunya adalah banyak kaum muda masih kuliah dan bekerja di tempat yang jauh. Pekerjaan umat pun sangat ber-aneka ragam, dari petani, guru, pangusaha dan lain-lain, sehingga sering kesulitan dalam menentukan waktu yang tepat bagi mereka untuk berkumpul semuanya. Ditambah lagi dengan kesibukan beberapa orang dalam pelayanan Gereja, misalnya ulangan calon manten. Akibatnya setiap diadakan pertemuan banyak umat yang tidak bisa hadir untuk mengikuti kegi-atan tersebut. Kendala yang demikian tidak melemahkan harapan dan semangat umat di lingkungan Alloysius untuk terus berkembang dalam hidup beriman dan menggereja. Lingkungan Alloysius juga mempunyai harapan agar kerjasama yang sudah baik ini mulai dari lingkungan, wilayah dan paroki bisa lebih solid lagi. Selain itu bila ada berita mendadak seperti berita lelayu misalnya, lingkungan Alloysius berharap agar semua lingkungan diberi kabar secepatnya agar dapat men-sosialisasikan kepada umat. Semoga harapan – harapan itu dapat terwujud demi kemajuan dan perkembangan hidup menggereja seluruh umat paroki dan hal – hal yang bisa dibanggakan dari umat di setiap lingkungan dapat digali sebagai potensi yang berguna untuk perkembangan paroki Santo Thomas Rasul Bedono.

Syalom.


SEKAR PEPUDYAN



Apalagi ini?

Memang keberadaannya boleh dibilang abstrak. Di struktur organisasi DP pasti tidak akan ada. Di paguyuban menggereja di Paroki Bedono juga tidak jelas. Tetapi antara ada dan tiada, kehadirannya yang bisa dianggap nuansa, kadang mampu memberi energi bahkan bagi warna musik liturgi di gereja ini.

Hal sesungguhnya Sekar Pepudyan (SP) adalah nama ter-samar dari paguyuban non formal penggemar nyanyi di gereja Bedono yang tidak mengikat, namun kadang dibutuhkan. Cerita asal muasal keberadaan SP, mungkin bisa dirunut dengan melihat perjalanan dan perkem-bangan koor di gereja masa lalu.

Koor terbentuk karena tugas kelengkapan dan sarana ibadat. Sampai pertengahan tahun 60-70-an, bagi yang masih ingat, para petugas koor sampai hapal betul menyanyikan lagu Gregorian. Sekitar tahun 70-an sejak Konsili Vatikan II, lagu-lagu berbahasa daerah muncul , dengan materi terbatas. Teks koor oleh semacam Mbah Deli ditulis di kertas manila, dan dipasang di jlagragmade in Pak Slamet Bogo; untuk dinyan-yikan koor bersama dengan tuding kaya anak SD diajari membaca oleh guru.

Sekitar tahun 80-an sekumpulan anak muda Ngangkruk yang berhobi jrang-jreng namun aktif dalam tugas gereja, mulai menguthak athik lagu dengan aransemen sebisanya. Masa-masa itu buku nyanyian masih sulit di dapat, terutama mungkin jalur distribusi gereja belum diketahui sama sekali. Karena lagunya hanya satu suara diaransemen sendiri jadi paduan. Karena lagu-lagunya hanya bahasa Indonesia, kalau tugas koor bahasa Jawa, ya nerjemahkan dulu. Karena kehabisan materi, lagu pop-pun dinyanyikan dalam koor misa. Karena tidak tahu masa liturgi, maka semua lagu asal dirasa pantes dinyanyikan. Sampai akhirnya ditegur salah satu Romo tentang tidak cocoknya materi lagu pada misa; baru tahu ternyata ada ta, pakem di liturgi.

Perkembangan gereja-gereja di lingkungan sekitar, sering mengajak gereja kita untuk lomba koor. Dari sering turutnya lomba, ternyata semakin membuka mata kita tentang perkembangan koor di gereja-gereja lain. Dari pengalaman awal kita ikut lomba koor antar gereja di Katedral Semarang, dimana hanya dengan modal nekat, misal adanya seragam ya yang masing-masing punya yaitu putih hitam (baju putih pun ternyata ada yang putih tua, putih muda, bahkan ada yang sakunya ada bed nama tempat sekolah) belum lagi sampai Semarang masih terheran-heran sama padatnya Tugu Muda, mesti harus lomba dengan yang cukup professional, baik dari Kudus, atau Semarang sendiri. Sampai akhir-akhir yang lalu ikut lomba antar gereja, makin terperangahlah kita tentang perkembangan musik gereja. Yah memang saudara kita Kristen jujur lebih jauh di depan tentang hal ini.

Personil koor yang ikutpun setiap tampil selalu beda, karena seperti paguyuban kaum muda, selalu ada, selalu keluar, dan selalu masuk; selalu hilang, selalu datang.

Karena dalam setiap lomba kita diwajibkan memberi data termasuk nama kelompok, ya terpaksa kita cari-cari sendiri tanpa restu Dewan Paroki waktu itu. Nama yang awal digunakan adalah RISSONORA, pada waktu nama pelindung paroki kita Regina Pacis. Setelah pelindung gereja kita kembali ke St. Thomas Rasul, sangat lama vacum kegiatan kelompok koor ini. Pada 25 Juli 2006, kita-kita diminta mewakili Kabupaten Semarang untuk lomba koor 56 tahun Jawa Tengah; dan saat inilah kita menamai diri SEKAR PEPUDYAN. Lomba selanjutnya yang diikuti juga baru sekali yaitu Lomba antar Gereja se Jawa Tengah dan DIY di UKSW (dies emas UKSW). Dan setelah itu pudar sampai saat ini.

Banyak usulan dibangkitkan kembali tetapi banyak halangan, ya sekedar namalah yang menjadi background pembicaraan kalau kita bicara tentang koor. Masalah pengembangan selanjutnya, sam-pai saat ini belum ada jluntrung-nya.

Namun dengan melihat kebutuhan gereja, dan rasa tanggung jawab personil yang masih mau cawe-cawe di musik liturgi, akhir-akhir ini timbul banyak rerasan, yang siapa tahu ada yang mau dan berkenan menanggapi lebih positif. Langkah pertama sehubungan dengan rencana kebutuhan dana bagi pembangunan gereja, dengan naungan yang sama, mencoba mengumpulkan balung-ucul, coba kumpul-kumpul mencari hal yang positif. Ide selanjutnya mungkin mau ngumpulkan anak-anak untuk mencoba mendidik bersama menyanyi lebih baik untuk tugas koor atau kebutuhan lain.

Dan yang jelas kami tawarkan kepada semua lingkungan di Paroki St. Thomas Rasul, yang pengin dibantu membentuk atau latihan koor paduan, jangan sungkan-sungkan kami sangat-sangat bersedia semampunya membantu. Satu-satunya harapan kami adalah paduan suara / koor lingkungan di tugas misa semakin baik, penuh keyakinan bisa nyanyi, dan nantinya merasakan bahwa tugas koor bukan lagi beban, tetapi kebanggaan! Dan yang lebih penting bahwa ternyata tugas koor itu “ membahagiakan “ atau puas bagi kita masing-masing.

Marilah kita bentuk kemampuan kita untuk bernyanyi semakin berkembang, sehingga kita semakin mampu mengagungkan kebesaran Tuhan! Nama Sekar Pepudyan biar tetap tinggal diantara ada dan tiada, yang penting kita perbanyak komunikasi. Kontaklah kami bila kami dibutuhkan, bisa ngontak Pak On, Pak Haris, Pak Pri, Mas Pujik, Mas Koko, atau siapapun, atau bisa minta tolong sekretariat pasturan (mas Widodo), semoga kami bisa menjawab dengan lebih positif.

Totoks

MISA KUDUS DAN KITA



Seandainya Anda ditanya isi kotbah Romo, bacaan pertama, bacaan kedua atau bacaan Injil sehabis misa (di depan gereja) masihkah Anda mengingat itu semua? Kalau ya, berarti Anda mengikuti misa dengan baik, penuh konsentrasi. Salut. Kalau tidak berarti Anda mengikuti misa, dengan hadir secara fisik saja, jiwanya bisa jadi di tempat lain. Sungguh sayang Anda kehilangan kesempatan untuk mendapatkan makanan jiwa yang ber-harga. Per-siapan Anda dari rumah dengan be-rangkat ke gereja tepat waktu, memilih pakaian yang pantas untuk ke gereja atau mungkin merias diri, membawa Puji Syukur, menjadi kurang berarti, meski tidak berarti hilang sama sekali. Anda sendiri yang bisa mengevaluasi “berapa persen” Anda sungguh mengikuti misa kudus.

Double Bracket:  Pernahkah kita merenungkan diri sendiri, ketika  mengikuti misa? Maksudnya mengapa dan bagaimana kita mengikuti misa, bukan merenungkan diri saat misa. Apakah Anda datang ke misa mingguan secara rutin? Kalau ya, sungguh bagus. Kalau tidak, perlu diketahui, berapa persen lowong-nya, atau berapa persen hadirnya. Kehadiran misa mingguan kurang dari lima puluh persen, berarti sudah pada garis bahaya. Mengapa? Karena itu berarti Anda sudah tidak membutuhkan ma-kanan rohani, bisa dikatakan jiwa mulai sakit (ditandai dengan berkurangnya nafsu makan).

Mengapa Anda datang ke misa mingguan (atau misa lainnya)? Karena memang begitulah layaknya orang katholik. Atau ingin ber-jumpa Romo atau teman-teman seiman. Atau memang merasa mem-butuhkan misa (seperti orang butuh makan, minum, mandi). Kebutuhan yang tidak dipenuhi akan menggangu kehidupan. Jawaban yang terakhir itu, tentu yang excellent (terbaik).

Apakah Anda mengikuti nya-nyian-nyanyian yang menyertai misa dengan sungguh-sungguh? Anda sendiri kan yang bisa menjawab. Apakah tidak ikut bernyanyi itu berdosa. Jawabnya tegas-tegas tidak. Perlu diingat bahwa nyanyian itu bagian dari misa, bukan pelengkap. Ada orang yang suka menyanyi dan tidak, itu jelas. Kalau setiap kali mendengar dan mengikuti nyanyian kan, tidak ada nyanyian yang sulit. Nyanyian cenderung menyenangkan atau menyentuh jiwa kita. Itulah sebabnya nyanyian mentradisi dalam Gereja.

Saat misa, apakah Anda sungguh tahu tata caranya? Misalnya kapan harus berdiri, kapan harus duduk, kapan harus berlutut, kapan harus hening, kapan harus membuat tanda salib. Atau dengan penuh keraguan mengikuti saja yang dilakukan orang lain di sekitar. Kalau orang sebelah berdiri, ikut berdiri, kalau duduk ikut duduk, membuat tanda salib ikut membuat tanda salib. Jadi semuanya dila-kukan sedikit belakangan daripada orang lain. Kalau semua mau meniru orang lain, padahal selu-ruhnya tidak bisa bagaimana. Ah itu tidak mungkin ya. Terlalu sekali kalau begitu. Tahu benar akan tatacara misa jelas membuat keikutsertaan dalam misa enjoy (menyenangkan). Ingat TPE.

Di mana Anda berada saat misa (duduk atau berdiri)? Anda lebih suka duduk di bagian belakang? Di depan gereja, meskipun di dalam tempat duduk masih tersedia? Maaf, itu memberi indikasi sejauh mana Anda membutuhkan misa. Kehadiran di saat misa mungkin (sekali lagi mungkin, belum pasti) bukan karena kebutuhan, tetapi didorong oleh motivasi lain. Memang posisi yang semakin jauh dari altar, semakin “bebas”. Anda setuju dengan saya?

Apakah Anda berpakaian sesuai dengan maksud kedatangan Anda untuk ikut misa? Kata orang, dalam berpakaian kita perlu menye-suaikan dengan situasi atau aktivitas yang akan kita lakukan. Misalnya kita telanjang saat mandi di kamar mandi, memakai T-shirt saat main sepakbola atau bola volley, memakai pakaian gemerlap saat mau pergi ke pesta, bercelana pendek saat ke sawah. Ke gereja mengikuti misa? Tidak ada aturan baku yang tertulis di dalam Kitab Suci tentang berpakaian. Supaya tidak ada benturan pendapat, maka akhirnya orang (umat) membuat semacam kesepakatan tak resmi. Kalau ada yang melanggar bagai-mana? Ada sanksinya? Ada. Sanksinya kasak-kusuk, atau dibatin orang. Kurang baik (berarti boleh?), datang ke gereja untuk misa dengan pakaian ketat, sehingga seluruh bagian tubuh tergambar dengan jelas, meski tertutup. Ketiak kelihatan juga kurang pas (menurut pendapat saya lho, saya ortodoks?). Juga kaos (umumnya pemudi) yang terlalu cekak, sehingga CD bagian atas terlihat oleh orang lain yang duduk di belakangnya. Yang ini bisa mengganggu konsentrasi orang yang mau mengikuti misa secara sungguh-sungguh. Berdosa apa tidak ya?

Seberapa sering Anda bicara (mengobrol) waktu mengikuti misa? Makin sering nilai mendekati nol, makin jarang nilai mendekati sepuluh. Posisi Anda di mana? Tidak ada orang yang paling tahu tentang Anda, kecuali Anda sendiri.

Waktu menerima komuni apakah Anda lebih puas jika yang menerimakan Romo atau Suster? Jika jawabannya ya, berarti Anda lebih menghargai yang mene-rimakan daripada Tubuh dan Darah Tuhan. Mari kita senantiasa ber-anggapan, bahwa siapapun yang oleh Gereja dinyatakan berhak untuk menerimakan komuni, berarti punya kewenangan sama (baik itu Prodikon, Romo, Bruder, Suster). Termasuk tidak perlu menghindari untuk menerima komuni dari petugas tertentu, karena sedang ada masalah dengannya.

Tulisan ini bersifat renungan, bukan menggurui apalagi menuduh. Apapun motivasi yang melatar belakangi, umat yang datang ke gereja untuk mengikuti misa itu lebih baik daripada yang tidak datang mengikuti misa (kecuali ada alasan yang sungguh masuk akal, misalnya sakit, ada kepentingan yang sungguh tidak mungkin ditinggalkan). Jadi ikut misa itu perlu.

Christiana Suwanti

Lingkungan Mater Dei


Tanggapan Trasi Juni

Bahwa umumnya keluarga katholik mempunyai kesadaran tinggi akan pendidikan formal (baca:sekolah) merupakan hal yang perlu disyukuri. Banyak keluarga katholik yang dengan susah payah, banting tulang demi pendidikan anak-anak mereka. Mereka umum-nya berpendapat bahwa tingkat pendidikan, paralel dengan kesejahteraan hidup di kemudian hari.

Hanya, kalau kita amati, umum-nya keluarga katholik mau maju sendiri. Demi pendidikan anak-anak mereka, sungguh mereka mau bekerja keras, berdoa, menempuh cara ini-itu. Saya pikir semuanya itu baik. Hal lain yang kurang adalah satu kenyataan bahwa mereka cenderung lupa bahwa orang lain juga membutuhkan hal yang sama. Mereka lupa bahwa, sebagai anggota Gereja yang satu, setidak-nya dalam satu paroki (Santo Thomas Rasul), perlu maju bersama. Keberhasilan yang satu, merupakan kebahagiaan bersama, kegagalan yang satu merupakan kesedihan bersama. Yang mempu-nyai kelebihan (dalam hal tertentu, selayaknya membantu yang lain, yang dalam hal tertentu tidak mampu. Yang mempunyai kele-bihan (kaya, pandai, terampil, supel, mempunyai relasi baik dengan orang lain, sehat, rajin), jika merasa bahwa umat satu paroki itu bagian dari keluarga besar, semestinya tergugah untuk memberikan sebagian kelebih-annya itu pada yang kekurangan (belum tentu uang lho, meskipun uang sering juga menjadi masalah cukup berat ketika tahun pelajaran baru tiba).

Yang kebetulan berprofesi sebagai pendidik (guru), umumnya malah lebih fokus pada keluarga masing-masing, konsentrasi mere-ka tenggelam untuk pendidikan anak-anak mereka, selain peker-jaan utama mereka sebagai guru tentunya. Mungkin mereka ber-pikir, malu kalau anak guru tidak sekolah sampai tinggi, sebab tiap hari memberi motivasi orang lain untuk meraih prestasi, dan menggapai pendidikan setinggi-tingginya. Jadi mereka juga sama dengan yang berprofesi lain, kurang peduli untuk membantu yang lain. Kalau kita amati secara ekonomi, mereka sebenarnya cukup mapan. Rumah mereka banyak yang baik, pakaian mereka bersih-bersih, anak-anak mereka banyak yang kuliah di perguruan tinggi ternama, dengan biaya mahal. Mestinya kalau mau, mereka bisa menyisihkan sedikit penghasilannya untuk yang sung-guh memerlukan, di samping menyumbangkan ilmunya buat yang membutuhkan. Mungkin saja sistimnya yang perlu dibuat dan dipikirkan bersama. Kalau ada sebuah sistim bagus yang bisa disepakati bersama, tidak mustahil, mereka mau ambil bagian dalam maju bersama. Kita di jalan yang sama dalam peziarahan hidup.

Bagaimana dengan sekolah-sekolah katholik (dari TK sampai SMA) di paroki kita? Mereka juga berat dalam pembiayaan. Masih ditambah dengan persoalan menyusutnya jumlah murid, yang kadang membuat ketar-ketir pengelola dan semua yang terlibat dalam sekolah-sekolah itu. Mereka sungguh memutar otak supaya tetap survive. Meskipun demikian apakah mereka tidak bisa mencarikan jalan bagi anak-anak yang sungguh berminat sekolah, tetapi terkendala biaya, atau persoalan lain. Sebaiknya sekolah, paroki dan umat perlu berpikir bersama, berkeinginan maju ber-sama (khususnya dalam pendi-dikan-sekolah). Setidaknya sekolah lebih tahu jalan untuk membantu mereka yang membutuhkan.

Dulu (tahun 2000-an) ketika saya masih bertugas di SMP Theresiana, ada Yayasan Bhakti Awam (bukan SMA Bhakti Awam), yang memberi bea siswa pada anak-anak katholik yang membu-tuhkan (kurang mampu). Yang membuat kriteria penilaian mampu atau tidak, membutuhkan atau tidak, pantas diberi atau tidak (mungkin dilihat tingkat ke-katholikannya) adalah ketua-ketua wilayah. Jumlahnya lumayan bisa sampai lima belas anak katholik di sekolah saya saja. Itu di Paroki Ambarawa. Di Paroki Santo Thomas Rasul, juga bisa, saya yakin itu.

Romo Tri Hartono (Direktur Yayasan Bernardus), pernah me-nulis di EDUCARE (majalah pendidikan katholik) falsafah “Dua Ikan Lima Roti”. (Mengacu ketika Tuhan Yesus memberi makan lima ribu orang hanya dengan dua ikan dan lima roti). Ringkasnya begini: Setiap tanggal tujuh dalam bulan (dua ditambah lima sama dengan tujuh), umat katholik separoki atau murid sekolah serta seluruh guru dan karyawan, mengum-pulkan sebagian uang yang diper-oleh pada bulan itu (jumlahnya tidak mengikat). Uang yang terkumpul digunakan untuk mem-bantu anak-anak sekolah yang dipandang sungguh membutuhkan. Teknik pengumpulan dan lainnya bisa dirundingkan bersama (dalam hal ini ketua Dewan Paroki diharapkan bisa memfasilitasi untuk pertemuan).

Seperti saya sampaikan di atas, semua orang mempunyai ke-lebihan. Yang bisa memberi kontribusi sedikit uang (tetap diharapkan), bisa memberi kon-tribusi yang lebih banyak di bidang lain. Yang paling penting mau membantu orang lain (sementara separoki Santo Thomas Rasul dulu) untuk maju bersama, tidak terfokus pada diri sendiri atau keluarga sendiri. Semua umat diharapkan begitu apapun profesinya.

Saya setuju dengan TRASI mengenai adanya paguyuban pendidikan informal yang berbasis misi katholik di Paroki Santo Thomas Rasul. Semacam dewan pendidik, gitu.

Semoga tanggapan singkat saya ini bisa bermanfaat, dan menjadi bahan renungan bagi umat Paroki Santo Thomas Rasul, khususnya yang membaca buletin Senthir. Apakah buletin Senthir yang dibagikan setiap bulan Anda baca dan serap informasinya? Semoga.

Pak Ngadelan

Lingkungan Mater Dei