Selasa, 10 November 2009

Pengantar Redaksi - SENTHIR November

Pada BKSN lalu umat katolik KAS disegarkan kembali dengan ajaran tentang kematian, kebangkitan badan dan kehidupan kekal, serta tentang surga, api pencucian dan neraka. Kiranya jadi nyambung dengan bulan Nopember yang oleh Gereja Katholik an; dijadikan bulan untuk memule atau doa bagi leluhur,yang secara liturgi dimulai dengan Hari Raya Semua Orang Kudus
( 1 November ), kemudian peringatan arwah kaum beriman ( 2 November ).
Dalam memperingati arwah, umat melaksanakannya dengan doa pribadi, doa bersama di lingkungan, atau slametan kenduri dengan ujub memule, bahkan ada yang mengadakan slametan nyadran.
Setiap orang kristen dapat memperoleh indulgensi penuh bagi orang yang sudah meninggal, caranya dengan mengunjungi makam dan / atau mendoakan arwah orang yang sudah meninggal setiap hari dari tgl 1 s/d 8 Nopember akan memperoleh indulgensi penuh, dan yang menjalankan pada hari-hari lain memperoleh indulgensi sebagian (Penanggalan Liturgi Kanisius Bulan Nopember).
Pada bulan ini juga, gereja merayakan puncak tahun liturgi pada Hari Raya Tuhan Kita Yesus Kristus Raja Semesta Alam. Pada peristiwa ini, Kaum Muda Katolik Paroki Bedono akan melaksanakan Misa Puncak Tahun Kaum Muda. Dalam Tahun Kaum Muda ini, banyak kegiatan yang telah dicoba direncanakan, dilaksanakan, oleh karena itu perlu dievaluasi bersama. Dengan selesainya Tahun Kaum Muda ini bukannya tujuan kegiatan sudah tuntas, tetapi justru awal titik kebangkitan kegiatan kaum muda ke arah yang lebih baik bagi masa-masa mendatang.
Perlu diperhatikan pesan perpisahan Mgr. Suharyo untuk kaum muda sebagai masa penentuan arah masa depan: setiap hari menyediakan waktu untuk mengendapkan pengalaman yang terjadi pada hari bersangkutan, sebagai tabungan pengalaman yang tentunya sangat positif sebagai bahan melangkah ke arah masa depan.
Berkah Dalem,
Redaksi

KEMATIAN DAN LITURGI KEMATIAN DALAM TERANG IMAN KRISTEN

Kematian bakal menimpa setiap orang. Orang pun menanggapi dengan berbagai sikap : ada yang melihatnya sekedar peristiwa biasa, mengganggapnya enteng, ada juga yang melihatnya penuh dengan kekuatan, ada yang terbuka untuk siap sedia menerima kapan pun itu terjadi pada dirinya, ada pula yang merasa perlu untuk menunda-nunda seandainya itu dimungkinkan. Kebanyakan orang mengharapkan bila saat itu terjadi, sudah siap dengan segala harapan yang dibayangkan dan dipikirkan ketika masih hidup.
Hal yang juga sering kita alami, kita mesti memikirkan saudara-saudarinya, anak-isteri dan orang-orang terdekat yang akan ditinggalkan. Sedangkan kalau memikirkan orang lain yang mengalami kematian, banyak orang melihat kemungkinan berdasar perilaku selama hidupnya; ada yang merasa sedih kalau melihat saat-saat akhir hidupnya yang penuh dengan penderitaan entah itu sakit atau tekanan-tekanan mentalnya, belum lagi tanggungan yang ditinggalkan; bahkan ada pula yang merasa diuntungkan, atau merasa bersyukur karena Tuhan menyelesaikan persoalan hidupnya. Dan tak ketinggalan adalah sikap positif, yaitu mau melihat teladan dan sikap hidup yang baik dari orang yang mati itu. Yang terjadi sekitar kematian pun beragam, seperti : ada tangis, ada kerepotan, ada pertemuan antara saudara (semacam reuni keluarga), ada upacara pemakaman dan segala doa yang mengiringi kepergiannya ke alam yang kita semua belum mengenalnya. Intinya, kita yang masih hidup repot dengan segalanya itu. Dan baru setelah selang sekian waktu, roda kehidupan kembali pulih bergulir dengan setiap kali menghadirkan kenangan atas saudara yang meninggal itu dalam peringatan-peringatan arwahnya. Singkatnya, banyak hal yang dapat kita saksikan dalam peristiwa kematian. Kamatian pun tak ubahnya semacam peristiwa rutin dan pertunjukan yang melibatkan banyak orang dengan lakon sang mati (orang yang mati menjadi tokoh) tanpa ending (akhir) yang pasti, sebab setiap orang mesti meraba-raba, bahkan bertanya-tanya dan menengok diri “kapan dan bagaimana aku sendiri kelak akan mengalaminya.”
Atas gambaran yang serba tidak pasti mengenai kematian itu, ada satu tawaran yang pasti menjadi kemungkinan satu-satunya pilihan untuk dapat memahami arti kematian. Tawaran itu adalah pemahaman dan pengertian berdasarkan iman. Hanya dengan iman kita dapat mengerti dan memahami kematian yang serba gelap. Karena iman itu sengdiri juga gelap dan kita pun milikinya juga hanya karena bekat rahmat Allah yang membuka hati kita untuk percaya. Karena iman kita iman Kristen, maka dalam konteks iman Kristen itu pula saya tawarkan pemahaman itu.
Bagi seorang Kristen kematian bukanlah semata-mata akhir hidup. Pada saat kematian, kita mengambil bagian dalam misteri Paska Kristus. Ketika dibabtis kita sudah digabungkan dengna Kristus yang telah wafat dan bangkit. Maka pada saat kematian bersama dengan Kristus kita beralih dari dunia fana ini kepada kehidupan kekal. Sebab “kalau kita bergabung dengan Kristus dan turut mati bersama Dia, maka kita akan bergabung dengan Dia pula dalam kebangkitan.” (Rom 6:5) Kita menghadap Bapa dan sesudah disucikan dari dosa, kita diterima dalam keluarga Allah yang berbahagia, sambil menantikan penuh harapan kedatangan Kristus yang mulia dari kebangkitan semua orang pada akhir jaman.
Di sisi lain, kita pun biasa melakukan upacara sekitar kematian, atau dalam istilah Gereja sering disebut Liturgi Kematian. Mengapa itu dibuat Gereja, kiranya dapat saya berikan beberapa pokok gagasannya. Gereja merayakan liturgi untuk orang mati, supaya hubungan antara kematian orang beriman dan misteri Paska Kristus dihadirkan di tengah-tengah umat : “akan mengubah tubuh kita yang hina menjadi serupa dengan tubuh-Nya yang mulia.” (Fil 3:21)
Gereja juga menyelenggarakan liturgi lain di sekitar kematian orang beriman dan juga memanjatkan doa bagi putera-puterinya yang sudah berpulang (3,7,40,100 hari; 1,2,3 tahun, dst.). Dengan demikian kita memuliakan Allah yang menguasai kehidupan dan kematian manusia. Kita memohonkan kebahagiaan abadi bagi saudara kita yang sudah meninggal, kita ikut serta dalam duka nestapa keluarga yag bekabung dan memberikan penghiburan kepada mereka, kita menyadarkan umat (kita semua) akan persekutuan para kudus dan memberi kesaksian tentang iman kita yang penuh harapan. Karena itu hendaklah umat Kristen berusaha, agar dalam perayaan pemakaman rasa sedih dan putus asa diatasi dengan suasana penuh harapan dan ketabahan, sebab kita tidak boleh “bersedih hari seperti mereka yang tidak mempunyai pengharapan.” (1 Tes 4:13). Maka dari itu pewartaan kabar gembira memegang peranan sangat penting dalam liturgi pemakaman. Gereja sendiri dalam memandang orang yang mati amat menaruh hormat, itu dapat kita saksikan misalnya dalam perlakuan kita terhadapnya seperti seolah berbaring tidur dengan pakaian yang pantas serasa mau bertemu dengan orang lain atau mau mengadakan perjalanan, dan seterusnya.
Gereja dalam liturgi untuk orang mati amat memberi penghormatan kepada jenazah anggotanya yang sudah meninggal sedemikian tinggi, karena memahami bahwa orang beriman “adalah Bait Roh Kudus” (1 Kor 6:19). Maksud penghormatan jenazah bukan semata-mata untuk memulihkan keserasian alam, bukan untuk memuja sesosok tubuh yang sudah tidak bernyawa, bukan untuk menghalau roh-roh orang yang masih hidup, melainkan kita menghormati jenazah untuk melepas pergi seorang saudara yang mendahului kita, untuk mengungkapkan persekutuan kita dengan kaum beriman yang sudah meninggal, dan terutama untuk menyatakan kepercayaan dan harapan kita kan kebangkitan badan pada hari kiamat “sebab bagi umat beriman hidup hanyalah diubah, bukannya dilenyapkan” (Prefasi Arwah I).
Liturgi di sekitar kematian dibuat Gereja antara lain untuk menghibur keluarga yang berkabung dan meneguhkan iman umat setempat. Bahkan hal itu merupakan kesempatan yang baik untuk mewartakan iman akan Kristus dan harapan akan kebangkitan kepada hadirin yang bukan Kristen. Karenanya upacara orang mati besar manfaatnya untuk orang yang masih hidup juga, karena bermanfaat sebagai sarana pastoral dalam pembinaan umat dan pewartaan Injil.
Akhir kata, dari kenyataan bahwa kematian yang serba gelap dan hanya dapat kita raba dengan iman toh juga menjadi bagian dari ungkapan hidup beriman kita. Oleh karena itu, harapan yang mestinya kita miliki dalam setiap mengalami kematian saudara-saudari kita, terutama yang seiman, iman kita tambah. Gereja sendiri memberi tempat dalam bulan November, tepatnya tanggal 1 dan 2 November (peringatan semua orang kudus dan jiwa-jiwa orang beriman yang masih membutuhkan doa-doa kita) antara lain supaya kita bisa belajar beriman dari peristiwa kematian. Semoga iman kita kian hari kian hidup, juga dengan peristiwa kematian saudara-saudari kita seiman, hingga kematian mereka pun seperti kematian Kristus sendiri, bahwa kematiannya memberi hidup, kematiannya tidak sia-sia untuk sesamanya yang masih di dunia.

St. Koko Pudjiwahyulistyono, Pr.

SURAT GEMBALA MGR. SUHARYO DALAM RANGKA KEPINDAHAN KE KEUSKUPAN AGUNG JAKARTA

Para Ibu/Bapak,
Para Suster/Bruder/Rama
Kaum muda, remaja dan anak-anak yang terkasih dalam Kristus,

1. Sekitar dua belas tahun yang lalu, tepatnya pada tanggal 22 Agustus 1997, saya menulis surat bagi Umat Katolik di Keuskupan Agung Semarang, dalam rangka penyiapan diri, menyongsong Tahun Yubileum Agung tahun 2000. Dalam rangka Tahun Yubileum itu, almarhum Paus Yohanes Paulus II mengajak kita untuk bergembira dan bersyukur, merasakan kebahagiaan hidup sebagai orang beriman yang dianugerahi keselamatan. Dengan merayakan Tahun Yubileum Agung itu kita juga mengungkapkan harapan kita akan datangnya tata kehidupan baru yang semakin bersaudara, adil, damai dan sejahtera, “langit baru - bumi baru”. Harapan inilah yang selama ini bersama-sama kita perjuangkan perwujudannya dalam berbagai kesempatan dan dengan berbagai cara.
2. Dalam rangka itu pulalah Arah Dasar Umat Allah Keuskupan Agung Semarang dirumuskan, berbagai pedoman diberlakukan serta berbagai wacana – misalnya Gereja sebagai peristiwa, Gereja yang signifikan secara internal relevan secara eksternal, penegasan bersama, pelayanan yang murah hati dan berbagai wacana lain – dilontarkan. Semuanya diharapkan mengalirkan dinamika kehidupan umat beriman yang mengarah ke terbangunnya komunitas alternatif atau komunitas kontras: yaitu komunitas umat beriman yang hidup berdasarkan nilai-nilai Kerajaan Allah, bukan sekedar mengikuti arus jaman yang tidak selalu membawa kita semakin dekat dengan Allah, sesama dan alam semesta.
Saudari-saudaraku yang terkasih,
3. Agar harapan itu pelan-pelan dapat menjadi kenyataan, kita diundang untuk selalu membarui diri sebagai murid-murid Yesus. Kisah pengemis buta Bartimeus yang diwartakan pada hari ini dapat membantu kita dalam usaha mengembangkan hidup kita sebagai murid-murid Kristus. Perjumpaan Bartimeus dengan Yesus membuat dirinya yang tadinya buta (Mrk. 10:46), menjadi melihat (ay. 52). Ia yang tadinya hanya “duduk” (ay. 46), lalu berdiri (ay. 50) pergi mrndapatkan Yesus. Ia yang semula hanya “ di pinggir jalan “ (ay. 46), lalu “mengikuti Yesus dalam perjalanan-Nya” (ay. 52). Ia menanggalkan jubahnya (ay. 49), artinya “menanggalkan manusia lama … dan mengenakan manusia baru” (Ef 4:22; bdk Kol 3:9). Sikap dan kata-kata Yesus juga mengubah sikap para murid. Semula mereka menegur pengemis buta itu (Mrk. 10:48). Sikapnya tidak bersahabat, kata-katanya tajam. Setelah Yesus menyuruh mereka untuk memanggil si pengemis itu, sikap mereka berubah menjadi bersahabat dan kata-kata mereka meneguhkan. Mereka berkata, “Kuatkan hatimu … Ia memanggil engkau” (ay. 49). Tampak jelas bahwa perjumpaan-perjumpaan yang diceritakan dalam kisah ini merupakan saat-saat yang membaharui dan meneguhkan kehidupan.
Saudari-saudaraku yang terkasih dalam Kristus,
4. Selama dua belas tahun melayani umat di Keuskupan Agung Semarang ini, saya banyak mengalami perjumpaan-perjumpaan seperti itu. Saya merasa diteguhkan dan berkembang dalam imamat serta dalam pelayanan dalam perjumpaan-perjumpaan seperti itu. Maka pada akhir masa pelayanan saya sebagai Uskup di Keuskupan Agung Semarang ini, saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih. Terima kasih kepada para Ibu/Bapak/Kaum Muda/Remaja dan Anak-anak dalam kehidupan Gereja. Keterlibatan Ibu/Bapak/Kaum Muda/Remaja dan Anak-anak sungguh membuat Gereja kita hidup. Saya berdoa, semoga keluarga-keluarga kita dilimpahi berkat, perlindungan dan damai sejahtera. Terima kasih kepada para Suster dan Bruder atas pilihan hidup, kehadiran dan pelayanan yang para Suster dan Bruder berikan. Kehadiran dan pelayanan para Suster dan Bruder amat menentukan wajah Gereja di Keuskupan Agung Semarang ini. Saya berdoa semoga komunitas-komunitas para Suster dan Bruder menjadi komunitas yang semakin memancarkan kasih Tuhan sendiri. Terima kasih kepada para imam, baik yang berkarya maupun yang tinggal di wilayah Keuskupan Agung Semarang. Kerja keras dan kerelaan untuk bekerjasama diantara para imam menjadikan pelayanan kita semakin murah hati dan cerdas. Saya berdoa agar para imam mengalami kegembiraan batin yang terpancar dalam hidup yang damai serta pelayanan yang semakin total dan tulus.
Saudari-saudaraku yang terkasih dalam Kristus,
5. Pada tanggal 25 Juli 2009 yang lalu saya ditunjuk oleh Bapa Suci Benediktus XVI untuk menjadi Uskup Agung Koajutor di Keuskupan Agung Jakarta. Saya membutuhkan waktu cukup lama untuk mencoba mengerti dan memaknai kehendak Tuhan dalam penunjukan ini. Saya menerima perutusan ini dengan lapang hati ketika saya sampai pada keyakinan bahwa yang mengutus saya adalah Umat Keuskupan Agung Semarang. Pimpinan Gereja memanggil saya, Keuskupan Agung Semarang mengutus saya dan saya menerimanya karena saya yakin bahwa hidup adalah anugerah yang selalu harus dibagikan. Terima kasih atas sekian banyak doa yang dipanjatkan untuk saya dalam rangka penerimaan tugas baru ini. Kalau pernah ada yang baik yang saya lakukan dalam pelayanan saya selama ini, semuanya itu adalah buah dari doa-doa seluruh umat. Bekal doa ini pulalah yang akan saya bawa dalam menjalankan tugas pelayanan saya selanjutnya. Saya akan berangkat hari Selasa 27 Oktober 2009 dan akan diterima di Keuskupan Agung Jakarta pada hari Rabu 28 Oktober 2009. Marilah kita saling mendoakan agar kita dapat menjalankan perutusan kita masing-masing yang berbeda-beda, demi kemuliaan
Tuhan dan kebaikan sesama.

Doa rosario bersama umat
Hari pertama bulan sepuluh,
Hati gembira penuh semangat
Bunda Maria tempat berteduh

Di hutan hidup kawanan lebah
Di sawah tumbuh rumpun padi
Matahari terus berubah
Kasih Tuhan kekal abadi.

Berkah Dalem,
Semarang, 13 Oktober 2009

Ignatius Suharyo
Uskup Keuskupan Agung Semarang

MANTRA

Hong wilaheng semprong bolong randha ayu
Sundel bolong melua uwong, randha ayu melua aku
Salah satu mantra asal bunyi dan guyon, yang nada dan isinya agak dimirip-miripkan paranormal kala merapal mantra. Entah untuk maksud dan tujuan apa, setiap paranormal atau dukun berkarya, selalu ada ucapan mantra atau ucapan sejenis lainnya; namun yang pasti ada hubungannya dengan misteri. Secara riil di kehidupan ini mantra dan paranormal sudah umum ada di masyarakat. Dunia mistik tidak bisa lepas di masyarakat baik yang masih berbudaya lokal kuat, maupun yang sudah berkehidupan modern. Di masyarakat Jawa, dunia mistis ini hidup bahkan mendarah daging (ya mungkin pengaruh suasana kraton), tentunya bagi masyarakat katolik-pun tidak bisa menutup mata, bahwa hal ini masih ada. Lalu salahkah hal ini bila berkembang?
Alam mistik mungkin terbentuk karena manusia sendiri ada di kehidupan tiga dimensi, sedangkan kehidupan lain sudah hidup pada dimensi empat atau lebih (petrus thukul asal saja membuat definisi sembarangan, othak-athik gathuk-asal nyambunglah / jadi ya boleh dipaido). Kemampuan manusia hanya dibatasi oleh ruang tiga dimensi. Dalam Doa Syahadat, kita juga mengakui bahwa Allah menciptakan makluk di bumi ini baik yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan. Oleh karena itu bisa dianggap yang tidak kelihatan tersebut adalah kehidupan di dimensi lain, misal dimensi empat, dimana mereka bisa tahu kita dan kita tidak bisa tahu mereka. Maka kadang ada anggapan Sang Pencipta ada diatas dimensi yang tertinggi, kaya apa itu yang nggak tahulah. Dimensi kecil tidak bisa mengikuti dimensi di atasnya, namun dimensi besar bisa mengetahui dimensi di bawahnya (yak-e). Tetapi karena kemampuan beberapa orang yang melebihi orang normal (maka disebut paranormal – keliru nggak ya, apa mestinya tidak para abnormal) antar manusia dan makluk ciptaan lain bisa saling komunikasi. Maka dugaan kiamat pada ramalan yang tahun 2012, bukan hancurnya kehidupan, melainkan adanya kehidupan baru dengan meningkatnya dimensi kehidupan yang saat ini tiga dimensi (nggak usah dipikir nemen-nemen, wong ini cuma tulisan ringan saja) menjadi kehidupan baru empat dimensi atau lebih. Dalam pemahaman Gereja pengalaman mistik / mistisisasi adalah pengalaman khusus dan mendalam akan kesatuan dengan realitas ilahi dan pemahaman mengenai realitas itu, yang dianugerahkan secara bebas oleh Allah. Dalam Gereja yang punya pengalaman mistik biasanya mereka yang memperhatikan doa dan peka terhadap kehadiran Allah dalam hidup mereka ( misalnya santo-santa: Fransiskus Asisi, Ignatius Loloya).
Sewaktu Petrus Thukul diajari nyopir, oleh yang nglatih diberitahu, bila kita melewati jembatan terutama yang sungainya besar, atau melewati pohon besar, kita mesti bunyikan klakson atau lampu dim, tanda permisi pada yang nunggu jembatan atau pohon besar (lha kok gitu ya, tapi nyatanya karena terbiasa ya ritual permisi ini selalu jalan). Air kebutuhan sehari-hari orang Bedono bagian Wetan diambil dari mata air Jerukwangi (yang merupakan bantuan APP tahun 70-an), ada pesen dari yang kawogan, bila cuci alat-alat dapur tidak boleh langsung lewat aliran langsung (maksudnya yang nyenthur langsung), tetapi harus diwadahi ember dulu baru digunakan, kalau tidak yang tunggu sumber air sana bisa marah, dan dibuat masalah sumber airnya. Kita sering dengar orang yang mau minta rejeki tanpa berkarya (halal), membuat perjanjian yang bermacam-macam dampak dengan yang mau kasih; yang salah satunya setelah mati harus mau tunggu satu tempat atau jadi apa gitulah. Mungkin di alam mereka wujudnya hampir sama dengan kehidupan manusia saat ini, ada yang perintah ada yang diperintah, ada yang atur, ada yang diatur, dan lain sebagainya. Di Kitab Suci yang mau diwartakan penginjil adalah kuasa Yesus: bahwa roh jahat ada, tetapi selalu kalah oleh Tuhan Yesus.
Kalau kita mau menggunakan sarana baru, misal mobil baru, disamping diberkati doa, juga diberi sarana penyelamatan yang mungkin tidak masuk akal, misal ditempel jarum emas di salah satu bagian, bahkan kadang berlian bagi mobil mewah. Mau menolak? Biasanya sih kita njur ikut-ikutan. Waktu Petrus Thukul masih seneng sepak bola, sering diberi sarana (biasanya lawe dipakai waktu pertandingan, atau makan telur yang telah dirapal mbah dukun) agar bisa bermain maksimal, syukur menang. (mau nggak ikut ya sungkan, wong teman lainya ya melakukannya). Bahkan dalam satu hari yang dianggap naas, masuk lapangan bolanya harus mundur, wah aneh-aneh saja. Ajimat atau jimat (barang siji sing paling dirumat) adalah sarana yang umum dibakukan oleh orang-orang dalam melakukan sesuatu yang dianggap sebagai penambah keyakinan menyelesaikan atau menangani suatu hal. Misal untuk mengobati orang sakit dengan keris pusakanya, menggunakan batu granit (misal) untuk mengusir setan. Ya itulah riil yang ada di masyarakat yang tidak bisa dipungkiri. Tentang usir Setan-pun Yesus melaksanakannya kalau kita baca di Kitab Suci.
Dari beberapa hal di atas, kita mengetahui ternyata ada komunikasi (yang mungkin juga tidak langsung) antar manusia normal dengan makluk ciptaan lain. Sebagai contoh kita mengadakan merti dusun, untuk menyambung keselarasan masyarakat desa dengan para penunggu atau leluhur desa, kita adakan nyadran untuk memule bersama dengan para leluhur, bila malam jumat kita siapkan minum dan makan kesukaan keluarga kita yang sudah meninggal. Sebenarnya bisa saja kita minta diberitahu bagaimana sih kehidupan di alam sana, misal pada seseorang yang kesurupan (kemasukan roh lain yang sudah meninggal) baik dalam permainan kuda kepang, atau memang kesurupan yang saat ini banyak terjadi pada anak sekolah.
Lalu, apakah dengan tidak mengingkari hal-hal yang mistik yang penuh misteri itu, kita masuk dalam kategori mengikuti gugon tuhon? Ada baiknya kita mencoba menempatkannya secara bijak.
Dalam berbagai ritual yang menjadi kebiasaan adat, seyogyanya tetap kita ikuti. Memule atau mendoakan keluarga atau leluhur lain yang sudah meninggal, baik dalam pribadi, atau dalam wujud selamatan dengan para tetangga, atau nyadran bersama satu kelompok dusun. Karena di samping ujub tersebut, jalinan kekerabatan dengan lingkungan semakin erat. Memberi sesajen di tempat kerja, atau nyadran di dusun, tidak ada salahnya tetap kita pelihara, di samping melestarikan budaya, siapa tahu memang ada dampaknya bagi kelangsungan kegiatan kita. Misal kita punya sawah, biasanya diberi sesajen agar ikut dibantu usaha kita (oleh yang jaga?), karena lupa dari biasanya tidak kita siapkan, hasil karya kita dirusak misal gagal panen.
Namun hendaknya proses atau ritual tadi tidak sepenuhnya kita laksanakan tanpa meninggalkan iman. Prosesi dilakukan dengan tanggung jawab sebagai adat dan kebiasaan di masyarakat; tetapi landasan dasar dan utama adalah mengandalkan kuasa dari Roh Kudus. Roh Kudus tetap menjadi pegangan dan pengharapan kita. Roh kudus akan selalu membentengi kita dari roh-roh jahat lain yang berupaya menyusup lewat kegiatan-kegiatan tersebut.
Hendaknya kita juga tekun doa, apalagi saat berbenturan dengan ritual yang sebatas tipis dengan hal-hal misteri kehidupan.
Saya sampaikan mantra yang menjadi andalan Petrus Thukul :

In nomine Patris, et Filii, et Spiritus Sancti, Amen.

☻☺ Petrus Thukul


MEMULE KANG WUS SUMARE

Tanggal 2 November pasamuan suci Katholik netepake minangka dina kanggo mengeti/memule kang wus padha sumare. Umume warganing pasamuan suci padha ngumpul nyembahyangake sanak sedulur kang wus ajal. Ana kang nganakake bojana Ekaristi utawa Upacara Sabda ing makam, ana uga sing sembayang bebarengan ing lingkungan. Kita wis padha mangerti padatan iki adhedhasar Kitab Suci, Kitab II Makabe 12 : 43-46.
Ing wulan November warga lingkungan Gregorius padha ngumpul sembahyangan bebarengan saben malem Minggu, kanggo nyembayangake sanak sedulur kang wus seda, luwih-luwih sadulur saka sing kanggonan sembahyang.
Masyarakat Jawa yen ana wong ajal banjur nganakake sembahyangan kanggo kang ajal nganti kaping 7, yaiku dina kapisan, katelu, kapitu, 40 dina, 100 dina, setaun (manut taun Jawa), lan nyewu dinane. Padatan iki sing umum ditindakake, nanging ana uga sing nganakake slametan nalika pengetan rong taun (mendhak pindho), lan sawise tanggal 15 padha nganakake upacara “Nyadran” ana ing makam, kanthi rerangken uba rampe wujud jajanan warna-warna, dhaharan komplit lan uga woh-wohan.
Kapiye mula bukane padatan slametan kaya sing kasebut ing ndhuwur, penulis nate nampa keterangna lan maca jlentrehe bab mau. Mung bae antarane sing dak waca lan keterangan sing dak tampa ora padha. Manut keterangan kang nate dak tampa padatan mau dhasare riwayate/pengalamane Sunan Kalijaga. Manut crita Raden Said (Sunan Kalijaga sadurunge dadi muslim), sawise martobat banjur kadhawuhan tapa mendhem (dikubur) dening gurune Sunan Ampel. Amarga Sunan Ampel akeh kegiyatan dakwah nganti kelalen karo Raden Said kang dikubur. Nalika kubure Raden Said dibongkar, prayata Raden Said isih urip sanadyan ora sadhar kamangka wis 1000 dina ana njeron khubur. Sawise diupakara lan diusadani Raden Said bisa sadhar lan bisa waluya kaya wingi uni. Raden Said banjur nyritakake pengalamane ing njero kubur sajrone 1000 dina. Apa sing dialami Raden Said bedha-bedha kalane dina kapisan, katelu, kapitu, 40 dina, 100 dina, setaun, lan 1000 dinane.
Ya pengalamane Raden Said ana njero kubur 1000 dina iki kang banjur digunakake dadi padatan slametan wong kang ajal. Sunan Kalijaga (Raden Said sawise dadi wali) iki kang nggunakake padatan lan kabudayan kanggo nggriyarake agama Islam. Antarane padatan slametan kanggo wong kang ajal, wayang purwa lan liyane. Dene manut apa sing dak waca, padatan memule/slametan kanggo wong ajal adhedhasar owah-owahaning badan/raga ing njero khubur sajrone 1000 dina. Telung dinane badan wis wiwit mambu, pitung dinane wadhuk (weteng) bedhah marga bosok, lan sapiturute. Sewu dinane wis ilang wis resik kari balung, untu lan rambute. Mulane slametan 1000 dinane sing ngarani “ngentek”.
Ana ing kalanganing warga Kejawen, nalika memule arwah, kajaba kirim donga uga kirim sesaji, minangka rerangkening slametan. Umume uba rampe sesaji wis arang banget digunakake mbok menawa amarga ora salaras karo piwulange agama utawa marga kurang praktis lan ora ekonomis.
Kita warganing Pasamuan Suci, apa maneh kita wong Jawa, bisa melu padatan mau kanggo memule. Malah kita wis padha mangerti ana buku tuntunan kanggo upacara mau. Yen ana warganing Pasamuan Suci sing kepengin nganggo rerangkening upacara memule arwah, bisa mirsani buku tuntunan kang karipta dening Rama A. Sandiwan Brata, Pr. mung bae perlu dipahami maksud lan tujuane amrih ora nyimpang karo kapitayan Katulik.
Sejatine tumrap warganing Pasamuan Suci memule kang wus sumare, ora kudu manut padatan sing wis ana. Dina kang diparingake Gusti marang kita, kabeh becik, kabeh bisa digunakake kanggo memule kang wis sumare. Malah yen kita sembayang bengi manut tuntunan buku sing ana (Kidung Adi) ing perangan pungkasan kita padha sembayangan kanggo para sukma ing laku pangresikan.
Penulis duwe gagasan yen warga Katulik nganakake slametan kaya padatan Jawa, kajaba kenduren ngundang tangga teparo, uga nganakake sembahyangan kusus warga Katulik. Bab iki kanggo nggampangake sing mbawa sembahyang.
Apa kang penulis aturake iki ora asipat “ilmiah”, awit tanpa dhasar buku literatur, mung asipat pengertene penulis bae.
Mula yen ana para maos kang luwih prana ing bab memule kang wus sumare karsaa paring panyaruwe lan keterangan kang bener amrih para maos bisa kagungan pangertosan kang bener ing bab memule kang wus sumare. Penulis ngaturake agenging panuwun.

P. Winarso Hs.

UMAT BERKUALITAS ASET BERHARGA BAGI GEREJA

Bahwa orang berkualitas itu berguna, tentu semua orang tahu. Namun di sini penulis hanya akan membahas kualitas orang, khususnya umat katholik, lebih khusus lagi di Paroki Santo Thomas Rasul Bedono. Mengapa begitu? Karena Senthir itu majalah Paroki Santo Thomas
Rasul Bedono, bukan majalah umum, nasional atau internasional. Jadi lebih tepat kalau yang disorot yang berhubungan dengan keluarga besar kita. Hal-hal yang bersifat nasional atau internasional, sudah banyak dibahas di media lain.
Paroki kita sungguh membutuhkan umat yang berkualitas. Lalu umat yang berkualitas itu yang bagaimana? Inilah ciri-ciri itu :
Teguh Dalam lman
Umat yang teguh dalam iman, tidak mudah goyah ketika menghadapi godaan atau terpaan masalah. Tidak akan mengeluh dengan berkata, sudah sekian lama menjadi orang katholik, eh ternyata tetap tidak bisa hidup cerah, ekonomi pas-pasan , pendidikan anak kurang berhasil atau keluhan lain. Tuhan tetap ingat kita, suatu waktu nanti pasti berubah. Tidak ada yang abadi di dunia ini. Yang sekarang kurang bahagia besuk bisa lain dan sebaliknya. Saya pernah merenung tentang orang-orang yang saya kenal, ternyata secara ekonomi, karier berganti-ganti kesuksesannya. Tidak ada yang senantiasa dalam posisi sama seumur hidupnya. Memang semestinya begitu.
Orang teguh iman juga tidak akan mudah meninggalkan iman karena iming-iming kemudahan yang menggiurkan. Misalnya orang beriman teguh tidak akan meninggalkan imannya hanya karena diiming-imingi pekerjaan, jabatan di perusahaan, atau di partai politik, atau karena mendapat jodoh yang dinilai bisa mengubah jalan hidup menjadi lebih baik. Tantangan-tantangan itu memang berat, tetapi orang beriman teguh akan berkata no untuk menukar iman dengan apapun, seberharga apapun.
Menyumbangkan Talenta Yang Dimiliki
Sekecil apapun, semua orang mempunyai talenta. Talenta yang hanya disimpan dalam dirinya, hanya digunakan untuk dirinya, tidak akan berkembang. Umat yang berkualitas akan
Dengan senang hati menyumbangkan talenta yang dimiliki untuk orang lain. Sebagai umat katholik sumbangan itu diberikan pada Gereja (paroki kita). Umat beriman yang dititipi suara merdu oleh Tuhan akan menyumbangkan suaranya untuk Gereja, yang kurang merdu pun (kita anggap mempunyai satu talenta) jika mau menyumbangkan suaranya akan berkembang juga kemampuannya berolah suara. Tentu talenta itu ada di banyak bidang, dari yang sederhana, namun sungguh berguna sampai yang hebat, yang juga sama bergunanya. Perasaan tidak enak melihat halaman gereja yang kotor itupun talenta. Selanjutnya mencari cara supaya halaman gereja tidak lagi menjadi kotor, dengan tidak membuang sampah di situ, membersihkan ketika keadaan memungkinkan, atau membayar orang untuk membersihkan jika kebetulan mempunyai cukup uang. Juga mengingatkan orang lain untuk tidak membuat lingkungan gereja menjadi kotor, misalnya mengingatkan untuk menyiram WC setelah menggunakan, mengingatkan untuk keset sebelum masuk gereja, terutama pada musim penghujan. Dengan demikian lumpur tidak ikut masuk gereja.
Berprinsip Praduga Tak Bersalah
Umat berkualitas tidak akan berpikir dugaan sebagai fakta. Menyimpulkan dugaan sebagai fakta sering berbahaya dan merugikan orang lain atau pihak lain. Misalnya orang membuat suatu praduga, bahwa ketua dewan paroki kita cenderung subyektif karena melihat atau mendengarkan kata-katanya. Kenyataannya kan belum tentu begitu. Tentu itu hanya sebuah contoh. Contoh lain Romo suka pergi mancing, itu pasti tugas pengembalaanya terbengkelai. Apakah memang begitu? Untuk itu kan perlu penyelidikan, tidak boleh hanya kira-kira begitu. Sekali lagi kesimpulan yang tidak berdasarkan fakta seperti itu bisa berbahaya bagi orang lain. Bisa menjadi fitnah. Umat berkualitas pasti tidak akan membuat kesimpulan seperti itu, sebab berprinsip praduga tak bersalah. Ia baru membuat kesimpulan setelah mengadakan penelitian, atau pengujian secara cermat. Ingat bahwa fitnah lebih kejam daripada pembunuhan. Umat bermutu akan mendengarkan informasi secara balance (seimbang), tidak dari satu fihak saja, sebab menyadari bahwa orang berbicara cenderung menguntungkan dirinya sendiri, kelompoknya, keluarganya atau orang-orang yang disenangi. Jelasnya begini. Orang yang suka pada saya akan cenderung berbicara tentang kebaikan saya, sedangkan orang yang membenci saya akan cenderung berbicara tentang kejelekan saya dan ketidakmutuan saya. Tentu jika informasi hanya dari salah satu fihak, akan merugikan saya (pembenci), akan menguntungkan saya (pecinta). Fakta yang sebenarnya, mana orang tahu.
Mengutamakan Kewajiban Daripada Hak
Paman saya, Paman Sam yang tinggal di Amerika, pernah berkata, “Don’t say, what will you give me, my Parish, but say, what shall I give to my Parish. (Jangan berkata apa yang akan kau berikan padaku Paroki-ku, tetapi berkatalah, apa yang akan kuberikan pada Paroki-ku). Itu kata paman saya yang sok bisa Bahasa Inggris. Umat berkualitas, cenderung berpikir, apa saja yang dibutuhkan Paroki-ku, dan apa yang bisa disumbangkan untuk meringankan pemenuhan kebutuhan itu. Tentu yang dimaksud dengan kebutuhan itu bukan hanya materi, meskipun materi juga termasuk di dalamnya. Sekecil apapun sumbangan yang diberikan pada Paroki akan mengurangi beban yang harus ditanggung. Gambarannya begini, misalnya Paroki kita harus mengangkat beban satu ton, Anda ikut mengangkat beban itu satu ons. Beban yang berkurang satu ons. Kalau orang yang berpikiran seperti Anda ada 100, berarti beban berkurang 10 kg. Satu pengurangan yang lumayan. Semakin banyak umat yang berpikiran seperti Anda dan mau menyumbang, semakin kecil beban yang harus ditanggung Paroki. Hak yang diberikan oleh Gereja banyak juga. Misalnya hak menjadi orang katholik itu sendiri. Hak untuk diurusi ketika ada kesusahan. Hak untuk diurusi ketika ada keluarga yang menikah. Yang tidak kalah penting adalah hak untuk bersama Kristus hidup di surga kelak, suatu hak yang tidak dimiliki oleh sembarang orang. Begitu banyak hak yang kita bisa diperoleh, baik yang secara imani, maupun yang bisa kita rasakan di dunia ini.
Tugas Gereja Dirasa Sebagai Berkah, Bukan Beban
Umat berkualitas akan dengan senang hati menerima tugas yang diberikan oleh Gereja (baca Paroki). Seandainya tidak bisa melalukan suatu tugas yang diberikan, mencari tugas lain yang bisa dilaksanakan. Saya misalnya baru bisa mengambil bagian tugas dengan menulis di Senthir ini. Bisanya baru itu. Bahwa itu berguna atau tidak, silakan dinilai. Orang beriman bekerja secara tulus. Tidak merasa direndahkan karena harus melakukan pekerjaan yang dipandang kurang penting. Pekerjaan menyiapkan kursi untuk umat ketika akan ada misa paroki, tidak kalah pentingnya dengan menjadi ketua dewan paroki atau bahkan romo paroki sekalipun. Juga tugas memasak di belakang. Memang tidak kelihatan, tetapi perannya sungguh penting. Orang bisa mengambil tugas sesuai dengan kemampuan masing-masing. Yang penting perlu dan mungkin wajib ambil bagian. Orang yang bekerja secara tulus, tidak akan memandang orang lain ambil bagian atau tidak. Juga tidak mencurigai orang lain yang tidak ambil bagian. Juga tidak menimbang apa yang dapat diperoleh, bahkan sekedar pujian sekalipun.
Merasa Senasib Dengan Umat Lain
Kualitas orang beriman antara lain bisa dilihat dari minat untuk berkumpul. Merasa bahwa umat yang lain separoki adalah kawan dalam sepeziarahan (juga umat di luar paroki). Sebagai teman dalam sepeziarahan, maka bersedia menanggung susah senang bersama. Ketika ada umat yang dalam kesulitan bersedia membantu sesuai dengan porsi dan kemampuan. Saya teringat waktu masih di SPG Van Lith dulu, tahun 70-an. Pada bulan Mei kami beberapa kali mengadakan ziarah ke Sendang Sono. Waktu itu jalan becek dan licin, tak aneh jika sering ada peziarah yang terpeleset dan jatuh tidak bisa berjalan lagi. Dalam situasi itu ada peziarah yang ditandu kawan-kawan lain, meskipun kawan-kawan itu juga sedang berjuang penuh kesulitan untuk mencapai Sendang Sono. Bisa jadi gambaran hidup kita dalam peziarahan di dunia ini, seperti itu juga. Kadang perlu ada kawan yang digotong. Kita menggotongnya, bukan tidak mungkin kita yang digotong di saat lain. Orang kan tidak bisa menduga apa yang akan terjadi pada dirinya di masa datang. Bisa membantu teman merupakan kepuasan yang besar. Selain kita dapat media untuk berbuat baik dan menabung harta surgawi. Kan untuk berbuat baik, perlu media. Kita perlu berterima kasih sudah diberi media untuk berbuat baik. Coba bagaimana kita bisa berbuat baik, kalau tidak ada orang yang memerlukan bantuan kita. Friend in need is friend in deed (sahabat sejati adalah sahabat ketika dibutuhkan). Kalau kita dapat lotre satu milyar rupiah dan orang datang ke kita, itu belum tentu sahabat kita. Kalau nama kita jatuh atau kita dipenjara dan kawan kita datang, itu kawan sejati kita. (Semoga kita tidak jatuh nama atau dipenjara, ya).
Disiplin
Umat beriman yang berkualitas itu tepat waktu, menepati janji dan satunya kata dengan perbuatan. Umat yang datang ke misa tepat waktu, dan selalu begitu itu salah satu tanda umat yang berkualitas. Tidak peduli misa diadakan pukul berapapun orang yang disiplin akan hadir tepat waktu. Sebaiknya umat yang tidak disiplin pukul berapapun misa (atau kegiatan lain) dilangsungkan akan senantiasa terlambat. Orang terlambat bukan soal jauh - dekat atau awal tidaknya acara dimulai, tetapi lebih menyangkut mental. Di sekolah tempat saya bekerja, guru-guru dan murid yang datang awal justru yang tinggal di tempat yang jauh dari sekolah, juga yang transportasinya sulit. Believe it or not. Umat yang berkualitas tidak hanya disiplin dalam hal lain. Kalau sudah sanggup, ya sanggup, bukan setengah hati. Berbahagialah kalau Anda termasuk umat yang berkualitas.
Bagaimana kalau orang yang berdisiplin, menghadapi kenyataan, bahwa orang lain tidak disiplin. O, tentu tidak berteriak marah, tetapi mensiasati dengan membawa buku saku kecil, menanti orang lain yang belum datang dengan membaca, atau mengobrol dengan teman sebelah, tukar resep jamu tradisional atau membuat acara lain yang membuat suasana tidak amburadul tetap enjoy.
Religius
Umat berkualitas, tahu bahwa hidupnya tidak sendiri, juga ketika sendirian. Karena itu ia cenderung tidak merasa takut, atau sepi. Tidak patah semangat ketika menghadapi rintangan. Bukan lari pada klenik, tetapi lari pada Tuhan. Orang beriman juga percaya akan kekuatan doa. Bagaimana seandainya doa itu lama belum terkabul. Tetap terus sebab orang beriman tidak memaksakan kehendaknya pada Tuhan, sebab Dia tahu yang terbaik. Imannya memberi kekuatan yang luar biasa.
Orang yang religius senantiasa rindu akan Tuhan. Berdoa tidak lagi dianggap sebagai kewajiban atau rutinitas, tetapi sebagai sarana untuk bertemu dan berdialog langsung dengan Tuhan. Betapa bahagianya orang yang religius, sebab beban hidupnya disangga bersama dengan Tuhan dan karenanya menjadi ringan.
Marilah berlomba untuk menjadi umat yang berkualitas, dengan penuh kerelaan menerima bagian tugas dari Gereja, sebab itu berarti kita meringankan orang lain yang sama-sama berjalan dalam peziarahan kita. Orang beriman yang pas bandrolpun akan naik surga, tetapi kan belakangan. God bless you.

Pak Ngadelan
Lingkungan Mater Dei


Lingkungan Agnes Rejosari

Seperti kita ketahui bahwa wilayah Santa Maria Sadang dibagi dalam 9 lingkungan. Lingkungan Agnes adalah salah satunya. Lingkungan ini meliputi wilayah Rejosari, Kebonlegi, dan Kalibening. Kepengurusan lingkungan didominasi oleh perempuan contohnya Ibu Y. Suratini sebagai ketua lingkungan, Martina Rinasih sebagai sekretaris dan Ibu Th. Sularti sebagai bendahara.
Batas lingkungan sebelah utara berbatasan dengan Desa Genting, sebelah timur desa Kebondalem, sebelah selatan lingkungan Paulus Wawar Kidul sementara di sebelah barat bertetangga dengan lingkungan Yoakhim Sadang. Ditinjau dari administrasi pemerintahan meliputi 2 desa yaitu desa Kebondalem dan desa Rejosari. Meski terdiri dari beberapa dusun, namun umat Katholik di lingkungan ini berjumlah 10 KK. Sedangkan jumlah umat wanitanya 12 orang dan jumlah laki-laki ada 24 orang. Meski jumlah umatnya 36 orang, namun perjalanan lingkungan tetap eksis terbukti setiap malam Jumat jam 19.30 mengadakan ibadat lingkungan.
Santa Agnes adalah nama pelindung dari lingkungan ini, dimana nama Agnes merupakan orang pertama yang menjadi umat katholik di daerah ini. Lingkungan Agnes ini sulit berkembang karena umat yang ada semuanya adalah pendatang. Selain itu juga banyak yang bekerja keluar daerah.

KERINDUANKU PADA IBUKU

Berkah Dalem,
Ketika itu, sudah malam. Anggota keluargaku sudah tidur nyenyak. Aku berjalan mengambil dan mengangkat tape yang berada di ruang tengah untuk kubawa masuk kamar. Lalu aku mengambil kaset Gregorian hadiah ulang tahun dari temanku ketika masih kuliah. Mungkin buat sebagian orang, mendengar kaset Gregorian, seperti “lagu orang mati” tapi bagiku tidak, lagu itu bisa merefresh otakku dan membuat bening pikiranku.
Aku lanjutkan ceritaku, setelah aku membawa masuk tape ke kamarku, lalu aku memasukkan kaset Gregorian pada tape recorderku. Begitu aku pencet play, lalu memejamkan mata. Aku mengambil nafas panjang sehingga aku benar-benar merasakan udara masuk ke dalam paru-paru, dan merasakan bahwa Tuhan masih memberikan aku kehidupan saat itu. Lalu aku berdoa, aku menyapa Tuhan dengan diiringi lagu Gregorian, aku mulai membuat gambaran ibuku dalam pikiranku, aku membayangkan ibuku tersenyum kepadaku.
Aku mengambil nafas panjang dan tersenyum juga. Dan mulai untuk bercerita tentang kabar update keluarga. Tentang bapakku, adikku, kakakku, keponakan-keponakanku. Kegiatan-kegiatanku, keluh kesahku, masalah-masalahku. Kadang memang aku menangis tapi lalu aku mengambil nafas dalam-dalam dan terdiam sejenak dan mendengarkan nasihat-nasihat ibuku yang bergema dalam hatiku. Kalau sudah begitu, aku menjadi senang. Itu yang membuat aku betah untuk melepaskan rindu kepada ibuku. Dengan doa, aku bisa bercerita macam-macam kepada ibuku.
Tetapi aku juga sedih ketika aku bercerita tentang masalah-masalahku. Ibuku juga ikut menangis. Mungkin aku berdoa 2,5 jam. Aku sangat betah untuk ngobrol dengan ibuku. Meskipun tidak face to face dalam kenyataan, tapi aku berterimakasih kepada Tuhan karena mempertemukan aku dengan ibuku dalam doa dan dalam keheningan.
Ketika kaset sudah habis, aku membuka mata lalu membalik kaset itu, kemudian memejamkan mata lagi, mengambil nafas panjang dan menghadirkan gambaran ibuku kembali. Aku bercerita kembali. Susah, senang, sedih aku ceritakan semua dan ibu menjawab lewat kata hatiku. Ketika aku sudah tidak punya bahan cerita lagi, aku berdoa 3 x Bapa Kami, 3 x Salam Maria. Setelah itu aku mohon berkat Tuhan dan kemudian beranjak dari tempat doa untuk pergi tidur.
Aku yakin meskipun aku tidak bisa bertemu dengan ibuku, tapi masih dan selalu mendampingi aku, kemana pun aku pergi, dan apapun yang aku lakukan. Aku juga yakin ibuku pasti bahagia di surga bersama Tuhan Yesus. Bunda Maria, mbah kakung, mbah putri, aku yakin semua selalu menuntun langkahku. Tuhan lindungi aku, jadikan aku anak yang baik berbakti kepada orang tua, pada bapakku.
Ijinkan aku untuk menjadi kakak yang baik buat adikku. Lindungilah api lilin dalam hatiku agar aku dapat semakin bertindak sesuai dengan kehendak-Mu. Berikan aku rasa tanggung jawab yang besar sehingga aku tak mengeluh dengan semua pekerjaan yang ditimpakan padaku.
Love you mam, miss u mam.

Martina - Agnes

HIDUP DAN MATI MILIK TUHAN

Bagaimanakah kehidupan setelah mati?
Pertanyaan ini banyak diungkapkan oleh orang-orang baik yang muda maupun yang tua.
Saudara-saudari se-Bapa, jika kita mendengar kata “MATI” maka perasaan kita kadang menjadi takut, khawatir, penuh pertanyaan yang sulit dijawab dalam hati kita.
Dalam keseharian kita dapat menemukan orang-orang yang takut untuk memeriksakan kondisi kesehatannya, “Aku takut diperiksa dokter, nanti malah tahu penyakitnya.” Saudara-saudari se-Bapa, hal itu menjadi lucu, sementara dirinya ingin tetap stabil sehat tetapi di sisi lain takut melihat kondisi kesehatannya. Sebenarnya mereka bukan takut akan penyakit tetapi takut kematian yang disebabkan oleh penyakit tersebut.
Gejala lain yang muncul seperti takut tua dan akhirnya mati, sekarang ini banyak sekali iklan tentang alat-alat kecantikan. Orang takut dikatakan tua, maka berbagai usaha dilakukan untuk tetap muda, muncul institute kecantikan dalam tiga minggu kulit menjadi putih tampak muda lagi bahkan ada yang berani mengatakan bahwa jika orang menggunakan atau makan bahan tertentu akan dapat menunda penuaan atau anti aging (age = umur = penuaan). Apapun usahanya yang jelas umurnya pasti tambah, umur tua dan mati tidak bisa dihindari, pertanyaannya adalah, kalau hal itu sudah pasti terjadi mengapa harus ditakuti, dikhawatirkan? Yang penting sekarang, bagaimana cara kita menyikapinya. Jika kita percaya bahwa setelah mati ada kehidupan maka permenungan kita adalah buah-buah apa sajakah yang telah kita hasilkan, buah-buah kasih atau buah-buah kejahatan.
Hal ini sering dibicarakan oleh Tuhan Yesus dalam karya-Nya tentang Kerajaan Allah, seperti dalam Rosario peristiwa ke tiga dari peristiwa Cahaya/Terang.
“Bertobatlah, kerajaan Allah sudah dekat.” Tuhan Yesus mewartakan kerajaan Allah, kerajaan kasih, damai sejahtera, suka cita dan menyerukan pertobatan supaya kita memperoleh hidup kekal dalam kerajaan Allah. Kehidupan setelah di dunia ini menjadi jelas jika kita ingat akan Doa Credo = Aku percaya.

Aku percaya akan Allah Bapa…..
disalibkan wafat dan dimakamkan,
yang turun ke tempat penantian ……..
aku percaya akan Roh Kudus, …….
pengampunan dosa, kebangkitan badan dan kehidupan kekal.

Jelas bahwa di kehidupan selanjutnya ada suatu tempat penantian, boleh dikatakan sebagai tempat penyucian sebelum dibangkitkan dan menerima kehidupan kekal.
Bunda Maria dalam pesan-pesannya mengatakan “Doakanlah jiwa-jiwa di api penyucian supaya mereka mendapat kerahiman Allah.”
Dengan kata lain bahwa saudara-saudari kita yang sudah dipanggil Tuhan masih sangat membutuhkan dukungan dalam doa-doa kita untuk keselamatan mereka. Gambaran kehidupan setelah mati seperti dalam pewahyuan pribadi pada suatu mimpi, saya dibawa dua malaikat ke tempat lorong yang gelap dan di bawahnya ada sungai dengan air seperti oli bekas, aku dibiarkan tercebur di air itu sampai di atas pundak hanya kepalaku yang kelihatan. Kedua malaikat itu tetap di belakangku, mengikuti kemana pun aku pergi dan sampailah aku di tempat yang luas, semuanya serba putih bersih dan di situ banyak sekali orang-orang berjejer berbaris dengan pakaian jubah putih, begitu suka cita hatiku, aku langsung mau naik ke tempat ini tetapi malaikat itu menariknya dan aku terhenyak bangun. Puji Tuhan aku boleh mengalami seperti itu. Selang beberapa waktu peristiwa itu terjadi lagi, tetapi kali ini aku langsung dibawa ke tempat taman yang sejuk, indah, terang, tetapi tidak ada matahari. Aku duduk di rerumputan hijau menikmati keindahan, dari kejauhan aku melihat lalu lalang orang yang membawa buku seperti Puji Syukur, mereka berpakaian bersih dan diam. Dalam ketenangan itu ada orang yang besar dan tinggi perawakannya menggandeng tangan saya, kemudian orang itu menuntun saya ke tempat dimana ada bilik-bilik atau kamar-kamar kecil dan setiap kamar kecil ada orangnya, aku ditunjukkan kepada mereka satu per satu, orang-orang itu ada yang menggeleng-gelengkan kepala dan ada satu wanita dengan kedua tangan menyembah di dada dan diam menunduk. Akhirnya saya diberi surat kecil seperti tiket yang belum terisi dengan bahasa latin, yang kuingat hanya bagian terakhir yaitu kata “Coelum” artinya surga. Dalam
permenungan, saya masih sangat berdosa, hal ini yang membuat semangat untuk hidup lebih hidup.
Selain itu ada peristiwa yang menunjukkan bahwa orang yang meninggal dunia ada yang kurang percaya pada Sang Juru Selamat. Dalam mimpi saya sering ditemui orang-orang yang saya kenal dan yang sudah meninggal dunia, rata-rata setelah 3 sampai 7 hari. Ada yang menangis sambil kebinggungan minta tolong untuk menunjukkan jalan. Ada yang melambai-lambaikan tangan minta tolong, memperlihatkan fotonya, dan ada yang memprihatinkan karena berjalan ngesot sambil marah-marah dengan pakaian compang camping kotor sekali. Dan yang membuat suka cita adalah mereka yang memakai pakaian bersih dan tersenyum.
Dari pengalaman peristiwa demi peristiwa menggugah hati kita untuk mendoakan para arwah yang masih membutuhkan pertolongan dari kita berupa doa.
Saudara-saudari se-Bapa, masih ingatkah saudara-saudari kita yang meninggalkan imannya akan Tuhan kita Yesus Kristus karena uang dan harta? beberapa waktu lalu ada yang sudah meninggal dunia. Dan teman senasib mereka, ditemani di dalam mimpinya, minta untuk menunjukkan jalan karena gelap.
Dalam permenungan pribadiku berkata “Ya sudah pastilah, karena meninggalkan Tuhan Yesus Kristus yang adalah Jalan, Kebenaran, dan Hidup.” (Yoh 14:6)
Maka marilah kita mohon kepada Tuhan supaya kita dikuatkan oleh Roh Kudus agar jangan sampai kehidupan kekal diganti dengan harta yang bisa hilang supaya apa yang sudah kita percayai di dalam credo = Aku Percaya mendapatkan kebangkitan badan dan kehidupan kekal. Bukalah saat ini juga 1 Petrus 1: 22 -25.

Bersukacitalah akan penghiburan dari Tuhan Yesus Kristus, melalui Yoh 14:1-3
Kita akan dibawa ke dalam rumah Bapa,
Oleh Tuhan Yesus yang telah berjanji,
Akan datang kembali. Alleluia

Christ K. Ruwanto

Warta Singkat dari Gelora Jatidiri Semarang

Pada tanggal 29 September 2009 jam 15:00, sejumlah umat Paroki St. Thomas Rasul Bedono dengan menumpang 3 bus berangkat menuju GOR Jatidiri untuk mengikuti Misa Akbar Syukur 12 tahun Penggembalaan Mgr. Ig. Suharyo.
Misa dimulai pukul 18:30, karena sebelumnya dipentaskan berbagai macam atraksi yang sangat meriah sebagai para liturgi. Adapun kotbah Mgr. Ig Suharyo yang bisa saya tangkap antara lain:
1. Allah memberi nama Malaikat Agung dengan urutan Mikael, Gabriel, dan Rafael yang diambil menggunakan bahasa Ibrani yang artinya sebagai berikut:
Mikael artinya Siapa seperti Allah, berarti Allah tidak ada yang menyamai ( menyerupai ).

Gabriel artinya Allah Maha Agung berarti keagungan-Nya, kemurahan-Nya tidak ada yang melebihi.
Rafael artinya Allah menyembuhkan berarti Allah sanggup menyembuhkan sakit badan kita maupun rohani kita dan memperbaharui hati kita.
2. Karena demikian mahabaiknya Allah, maka sudah selayaknya kita selalu bersyukur, semakin bersyukur semakin bermurah hati. Menurut data di Keuskupan Agung Semarang memiliki 401 Imam, 1200 Suster, dan 80 Bruder.
3. Mgr. Ig Suharyo resmi disambut di Keuskupan Agung Jakarta tanggal 28 Oktober 2009.
4. Kapan ada uskup baru, belum ada yang tahu.
5. Kita semua dilibatkan dalam Karya Kasih-Nya.
Pada akhir kotbahnya, beliau menyampaikan pesannya melalui cerita sebagai berikut:
Pada zaman dahulu ada seorang siswa yang berguru disuatu tempat. Maha guru memberi nasehat, jika kamu mau berhasil dalam menuntut semua ilmu yang saya ajarkan, kamu akan saya beri mantra. Tetapi mantra ini tidak boleh kamu beritahukan kepada siapa saja. Jika kamu berani menyampaikan mantra ini kepada orang lain, maka kamu akan menjadi amat bodoh, dan akibatnya kamu akan dikeluarkan dari perguruan, tetapi orang lain akan menjadi pandai.
Siswa tersebut dalam waktu yang cukup lama bingung, apa yang mau dilakukannya. Akhirnya ia memutuskan, mantra tersebut diberitahukan kepada semua orang yang ia temui, dan benar, orang lain menjadi pandai, tetapi ia menjadi bodoh.Teman-temannya mentertawakan dan mengolok-olok lalu melapor kepada Mahaguru bahwa ia sekarang menjadi bodoh dan harus dikeluarkan dari perguruan.
Tetapi dengan amat bijaksana, Mahaguru menjawab : “ Ia tidak perlu sekolah lagi karena ia pantas menjadi guru “.
Demikianlah akhir kotbah tersebut dan disambut tepuk tangan amat meriah.
Selamat merenungkan, Tuhan Berkati.
NN Lingk. Mikael

SEKILAS PAMERAN HPS KE 29 SE KEVIKEPAN SEMARANG

Peringatan Hari Pangan Sedunia tingkat nasional tahun 2009 bertema “Achieving food security in time of crises (Memantapkan ketahanan pangan nasional mengantisipasi krisis global)”. Peringatan tersebut dilaksanakan di areal candi Prambanan Yogyakarta.
Tidak hanya pemerintah saja, Gereja Katholik pun sudah lama peduli dan memperhatikan hal serupa. Secara periodik, Keuskupan Agung Semarang menggelar pameran HPS setiap bulan Oktober. Tahun ini, pameran HPS Kevikepan Semarang diikuti 21 paroki yang ada. Para peserta menampilkan berbagai produk pertanian seperti: pupuk, bibit, ataupun hasil olahan produk pertanian sesuai dengan potensi yang ada di tiap paroki. Merupakan suatu kebanggaan bagi kami, “ OMK Thomas Rasul Bedono “, yang telah dipercaya dewan paroki untuk mengikuti pameran Hari Pangan Sedunia yang diadakan di gedung Suka Sari, komplek gereja Katedral Semarang mulai hari Jumat, 16 Okt s/d Minggu, 18 Okt yang lalu.
Di dalam pameran HPS ini diperkenalkan produk-produk yang beraneka ragam baik jenis dan bahan bakunya. Produk yang kami tawarkan adalah produk pertanian di luar produk pangan pokok (beras dan jagung) sebagai upaya mengurangi ketergantungan pada produk pangan pokok. Hal ini kami lakukan untuk mendukung ketahanan pangan yang sedang dianjurkan pemerintah. Produk-produk yang kami pamerkan berasal dari umat seperti madu Rahayu, kopi gunung Kelir, kopi fermentasi luwak, temu lawak instan, kunir asem instan, kunir putih instan, kripik talas, kripik jamur, balok, sarmier, gadung, bibit tanaman (Jamur, pisang, durian), jamur, serta hasil kebun paroki kita (Sawi, onclang, terung). Pete dari suster Ungaran, durian, waluh dan alpukat dari Pak Mukimin juga tidak ketinggalan melengkapi stand paroki kita. Berbekal pengalaman minim yang dimiliki para SPG cantik dan SPB ganteng OMK Bedono, kami mulai mempromosikan produk. Meski hanya menampilkan produk-produk olahan “wong ndeso” yang notabene ” katrok”, namun minat para pengunjung sangat antusias karena harganya “pas buat kantong tipis”, bisa ditawar lagi…. Sebagai orang muda yang tidak isinan dan rai gedhek, mas Amb dan mas Tin rela menjajakan produk sayuran dan kripik seperti pedagang asongan, dan hasilnya cukup baik, ibarat berburu langsung kena di sasaran. Di penghujung acara, salah satu wakil OMK kita di wawancarai oleh jurnalis majalah INSPIRASI tentang pembangunan pertanian, SDM petani kita, HPS, dan peran pemerintah di dunia pertanian.
Ucapan terima kasih pun patut kami haturkan kepada Romo Koko atas semua bantuannya, juga mas Dodo atas antar jemputnya, serta Pak Asep atas tempat menginap dan tv nya sebagai media paparan kami, tak ketinggalan Mas Adri yang membantu menjelaskan berbagai madu dan fungsinya, juga kepada radio KISS FM sebagai media iklan, hiburan yang turut memperkenalkan gereja St Thomas Rasul Bedono kepada masyarakat luas. Terima kasih juga untuk teman-teman OMK semua yang telah membantu mulai dari persiapan, pelaksanaan, sampai selesainya.
Meski tampil dengan sangat sederhana dan banyak kekurangan, paroki-paroki lain mengapresiasi secara positif kekreatifan OMK kita yang kompak, selalu punya ide untuk membuat produk laku. Mereka juga “angkat jempol” kepada romo paroki dan frater kita atas kepedulian, bantuan dan partisipasinya.
Dengan adanya pameran HPS ini, kami berharap, greget umat dalam mengupayakan jenis pangan alternatif dapat lebih baik lagi. Kami berharap bagi teman-teman OMK dapat lebih kompak lagi, tidak hanya di saat kegiatan di luar paroki tapi juga saat dalam kegiatan intern paroki. Harapan juga kami tujukan kepada “para senior” agar tidak bosan mendidik, memberi kesempatan kami dan memberi pembiayaan dana yang cukup untuk kami berkreativitas.

Y. NOEG

Kisah Seekor Monyet

Seekor anak monyet bersiap-siap hendak melakukan perjalanan jauh. Ia merasa sudah bosan dengan hutan tempat hidupnya sekarang. Ia mendengar bahwa di bagian lain dunia ini ada tempat yang disebut “hutan” dimana ia berpikir akan mendapat tempat yang lebih baik. “Aku akan mencari kehidupan yang lebih baik!” katanya. Orangtua si monyet, meskipun bersedih melepaskan kepergiannya. “Biarlah ia belajar untuk kehidupannya sendiri,” kata sang Ayah kepada sang Ibu dengan bijak.
Maka pergilah si Anak Monyet itu mencari hutan yang ia gambarkan sebagai tempat hidup kaum monyet yang lebih baik. Sementara kedua orang tuanya tetap tinggal di hutan itu. Waktu terus berlalu, sampai suatu ketika, si anak monyet itu secara mengejutkan kembali ke orang tuanya. Tentu kedatangan anak semata wayang itu disambut gembira orang tuanya.
Sambil berpelukan, si anak monyet berkata, “Ayah, Ibu, aku tidak menemukan hutan seperti yang aku angan-angankan. Semua binatang yang aku temui selalu keheranan setiap aku menceritakan bahwa aku akan pergi ke sebuah tempat yang lebih baik bagi semua binatang yang bernama hutan.” “Malah, mereka mentertawakanku.” sambungnya sedih. Sang Ayah dan Ibu hanya tersenyum mendengarkan si anak monyet itu. “Sampai aku bertemu dengan gajah yang bijaksana,” lanjutnya, “Ia mengatakan bahwa sebenarnya apa yang aku cari dan sebut sebagai hutan itu adalah hutan yang kita tinggali ini! Kamu sudah mendapatkan dan tinggal di hutan itu!”
Kadang-kadang kita memang berpikir tentang hal-hal yang jauh, padahal apa yang dimaksudkan itu sebenarnya sudah ada di depan mata.
sumber : www.pondokbaca.com

Santo Andreas - 30 November

Andreas, salah seorang dari keduabelas Rasul Yesus, Tuhan kita. Mulanya ia berguru pada Yohanes Pembaptis; tetapi kemudian ia bersama seorang kawannya mengikuti dan menjadi murid Yesus, segera setelah Yohanes mengarahkan perhatian murid-muridnya kepada Yesus dengan menyebut-Nya “Anak Domba Allah” yang dinantikan Israel (Yoh 1:36-42).
Saudara Simon Petrus ini adalah nelayan kelahiran Betsaida, sebuah kota di tepi danau Genesaret (Mrk 6:45; Yoh 1:44; 12:21). Ayahnya Yohanes (Yona) adalah juga seorang nelayan di Kapernaum, sebuah kota yang letaknya 4 km sebelah barat muara Yordan pada danau Genesaret. Andreas-lah yang membawa Simon saudaranya (yang kemudian disebut Yesus ‘Petrus’, Si Batu Karang) kepada Yesus. Bersama Yakobus dan Yohanes (anak-anak Zebedeus). Andreas dan Simon adalah murid-murid Yesus yang pertama. Ketika beberapa orang Yunani mau bertemu dengan Yesus, Andreas-lah yang membawa mereka kepada Yesus dan menyampaikan maksud mereka itu kepadaNya. Karena keutamaannya ini, Santo Beda menjuluki dia “Pengantar kepada Kristus.
Andreas memainkan suatu peran yang penting di dalam peristiwa-peristiwa kehidupan Yesus. Ia hadir pada saat Yesus mengadakan mujizat perbanyakan roti kepada lima ribu orang; bahkan justru dialah yang memberitahukan kepada Yesus perihal anak lelaki kecil yang membawa lima ketul roti dan dua ekor ikan itu (Yoh 6:5-9). Ia juga ada di antara empat orang rasul yang mempertanyakan kepada Yesus perihal tibanya hari akhirat (Mrk 13:3, 4).
Setelah Yesus naik ke surga, Andreas ada di antara rasul-rasul lainnya di ruang atas untuk menantikan turunnya Roh Kudus yang dijanjikan Yesus. Konon, ia kemudian mewartakan Injil di Scytia dan Yunani, dan kemudian menurut tradisi (yang agak diragukan), ia pergi ke Byzantium, di mana ia mengangkat Stachys menjadi Uskup setempat.
Di mana, kapan, dan bagaimana Andreas wafat kurang diketahui jelas. Namun seturut tradisi, ia wafat di Patras, Acaia, digantung pada sebuah salib yang berbentuk huruf “X” (silang). Ia bergantung di salib itu selama 2 hari, dan selama itu ia terus berkotbah kepada khalayak yang datang menyaksikannya. Ia tidak dipakukan melainkan diikat saja pada salib itu, sehingga lebih lama ia menderita sebelum menghembuskan nafasnya. Salib ini kemudian dinamakan orang “Salib Santo Andreas”.
Pada masa pemerintahan Kaisar Konstansius II, salib relikui Andreas itu dipindahkan dari Patras ke gereja para Rasul di Konstantinopel. Sesudah kota itu rusak oleh Perang Salib pada tahun 1204, maka salib itu dicuri dan kemudian disimpan di katedral Amalfi di Italia. Kurang jelas apakah ia pernah berkotbah di Rusia dan Skotlandia seperti yang dikatakan oleh tradisi. Yang jelas ialah bahwa ia dijadikan pelindung kedua negara itu.

Disalin dari buku Orang Kudus Sepanjang Tahun, penerbit Obor.

Sibori dan Patena: tempat untuk hosti

Kedua benda ini sebenarnya mempunyai fungsi yang sama, yakni untuk mewadahi hosti. Bedanya, sibori biasanya untuk mewadahi hosti-hosti kecil dalam jumlah banyak, sedangkan patena biasanya hanya untuk mewadahi hosti besar atau beberapa hosti saja. Ada beragam model sibori. Sibori sendiri sebenarnya berarti piala dari logam (Latin: cyborium). Maka, kini masih bisa kita jumpai bentuk sibori yang seperti piala untuk minum. Untuk membedakan dengan piala, biasanya sibori memiliki penutup di atasnya dan bagian dalamnya ada benjolan di dasar dalam tujuannya supaya hosti terakhir masih dapat dengan mudah diambil. Dulu masih ditambahi kain penutup yang berhiasan. Itu contoh sibori gaya lama
Sibori gaya baru lebih beragam. Kebanyakan tak lagi berbentuk piala dan tak harus terbuat dari logam. Ada yang terbuat dari keramik, gelas, atau bahkan kayu. Tentu tidak semba-rang bahan bisa dipakai. Konferensi Waligereja setempat dapat memutus-kan bahan apa saja yang dapat dipakai (PUMR 329). Yang harus diperhatikan adalah bagaimana benda itu dapat ditampilkan secara patut-layak-pantas, sebaik-nya juga dengan keindahan-nya yang tidak perlu lagi berlebihan. Maklumlah, yang akan diletakkan di dalamnya kan Tubuh Kristus sendiri

MENGHISAP KAPEL SADANG

Umat Paroki St. Thomas Rasul Bedono saat ini ada sekitar 1800 orang. Dari jumlah tersebut tentunya banyak yang berstatus perokok. Kalau dianggap sekitar 10% ada sekitar 180 orang, atau dibulatkan ke bawahlah anggap saja 100 orang (mestinya bisa lebih ya!). Kalau seorang perokok satu hari rata-rata menghabiskan 1 bungkus, dan punya niatan mengurangi separonya, kira-kira bisa irit dana :
100 orang x 0,5 bngks/orang x sekitar Rp. 10.000,- / bngks =Rp.500.000,-
Kalau 1 bulan Rp. 500.000,- x 30 = Rp. 15.000.000,-
Kalau 6 bulan Rp. 15.000.000,- x 6 = Rp. 90.000.000,- (uih, banyak ya!)
Apa apike gitu ya? Kita para perokok bareng-bareng bikin niatan kurangi jatah merokok separo dari biasanya, dananya kita kumpulkan, setelah ngumpul dalam setengah tahun kan dananya cukup buat bikin atau benahi Kapel Sadang atau Nawangsari. Kan lebih lhèb to, sementara separo menghisap rokok, separo menghisap kapel!