Selasa, 10 November 2009

UMAT BERKUALITAS ASET BERHARGA BAGI GEREJA

Bahwa orang berkualitas itu berguna, tentu semua orang tahu. Namun di sini penulis hanya akan membahas kualitas orang, khususnya umat katholik, lebih khusus lagi di Paroki Santo Thomas Rasul Bedono. Mengapa begitu? Karena Senthir itu majalah Paroki Santo Thomas
Rasul Bedono, bukan majalah umum, nasional atau internasional. Jadi lebih tepat kalau yang disorot yang berhubungan dengan keluarga besar kita. Hal-hal yang bersifat nasional atau internasional, sudah banyak dibahas di media lain.
Paroki kita sungguh membutuhkan umat yang berkualitas. Lalu umat yang berkualitas itu yang bagaimana? Inilah ciri-ciri itu :
Teguh Dalam lman
Umat yang teguh dalam iman, tidak mudah goyah ketika menghadapi godaan atau terpaan masalah. Tidak akan mengeluh dengan berkata, sudah sekian lama menjadi orang katholik, eh ternyata tetap tidak bisa hidup cerah, ekonomi pas-pasan , pendidikan anak kurang berhasil atau keluhan lain. Tuhan tetap ingat kita, suatu waktu nanti pasti berubah. Tidak ada yang abadi di dunia ini. Yang sekarang kurang bahagia besuk bisa lain dan sebaliknya. Saya pernah merenung tentang orang-orang yang saya kenal, ternyata secara ekonomi, karier berganti-ganti kesuksesannya. Tidak ada yang senantiasa dalam posisi sama seumur hidupnya. Memang semestinya begitu.
Orang teguh iman juga tidak akan mudah meninggalkan iman karena iming-iming kemudahan yang menggiurkan. Misalnya orang beriman teguh tidak akan meninggalkan imannya hanya karena diiming-imingi pekerjaan, jabatan di perusahaan, atau di partai politik, atau karena mendapat jodoh yang dinilai bisa mengubah jalan hidup menjadi lebih baik. Tantangan-tantangan itu memang berat, tetapi orang beriman teguh akan berkata no untuk menukar iman dengan apapun, seberharga apapun.
Menyumbangkan Talenta Yang Dimiliki
Sekecil apapun, semua orang mempunyai talenta. Talenta yang hanya disimpan dalam dirinya, hanya digunakan untuk dirinya, tidak akan berkembang. Umat yang berkualitas akan
Dengan senang hati menyumbangkan talenta yang dimiliki untuk orang lain. Sebagai umat katholik sumbangan itu diberikan pada Gereja (paroki kita). Umat beriman yang dititipi suara merdu oleh Tuhan akan menyumbangkan suaranya untuk Gereja, yang kurang merdu pun (kita anggap mempunyai satu talenta) jika mau menyumbangkan suaranya akan berkembang juga kemampuannya berolah suara. Tentu talenta itu ada di banyak bidang, dari yang sederhana, namun sungguh berguna sampai yang hebat, yang juga sama bergunanya. Perasaan tidak enak melihat halaman gereja yang kotor itupun talenta. Selanjutnya mencari cara supaya halaman gereja tidak lagi menjadi kotor, dengan tidak membuang sampah di situ, membersihkan ketika keadaan memungkinkan, atau membayar orang untuk membersihkan jika kebetulan mempunyai cukup uang. Juga mengingatkan orang lain untuk tidak membuat lingkungan gereja menjadi kotor, misalnya mengingatkan untuk menyiram WC setelah menggunakan, mengingatkan untuk keset sebelum masuk gereja, terutama pada musim penghujan. Dengan demikian lumpur tidak ikut masuk gereja.
Berprinsip Praduga Tak Bersalah
Umat berkualitas tidak akan berpikir dugaan sebagai fakta. Menyimpulkan dugaan sebagai fakta sering berbahaya dan merugikan orang lain atau pihak lain. Misalnya orang membuat suatu praduga, bahwa ketua dewan paroki kita cenderung subyektif karena melihat atau mendengarkan kata-katanya. Kenyataannya kan belum tentu begitu. Tentu itu hanya sebuah contoh. Contoh lain Romo suka pergi mancing, itu pasti tugas pengembalaanya terbengkelai. Apakah memang begitu? Untuk itu kan perlu penyelidikan, tidak boleh hanya kira-kira begitu. Sekali lagi kesimpulan yang tidak berdasarkan fakta seperti itu bisa berbahaya bagi orang lain. Bisa menjadi fitnah. Umat berkualitas pasti tidak akan membuat kesimpulan seperti itu, sebab berprinsip praduga tak bersalah. Ia baru membuat kesimpulan setelah mengadakan penelitian, atau pengujian secara cermat. Ingat bahwa fitnah lebih kejam daripada pembunuhan. Umat bermutu akan mendengarkan informasi secara balance (seimbang), tidak dari satu fihak saja, sebab menyadari bahwa orang berbicara cenderung menguntungkan dirinya sendiri, kelompoknya, keluarganya atau orang-orang yang disenangi. Jelasnya begini. Orang yang suka pada saya akan cenderung berbicara tentang kebaikan saya, sedangkan orang yang membenci saya akan cenderung berbicara tentang kejelekan saya dan ketidakmutuan saya. Tentu jika informasi hanya dari salah satu fihak, akan merugikan saya (pembenci), akan menguntungkan saya (pecinta). Fakta yang sebenarnya, mana orang tahu.
Mengutamakan Kewajiban Daripada Hak
Paman saya, Paman Sam yang tinggal di Amerika, pernah berkata, “Don’t say, what will you give me, my Parish, but say, what shall I give to my Parish. (Jangan berkata apa yang akan kau berikan padaku Paroki-ku, tetapi berkatalah, apa yang akan kuberikan pada Paroki-ku). Itu kata paman saya yang sok bisa Bahasa Inggris. Umat berkualitas, cenderung berpikir, apa saja yang dibutuhkan Paroki-ku, dan apa yang bisa disumbangkan untuk meringankan pemenuhan kebutuhan itu. Tentu yang dimaksud dengan kebutuhan itu bukan hanya materi, meskipun materi juga termasuk di dalamnya. Sekecil apapun sumbangan yang diberikan pada Paroki akan mengurangi beban yang harus ditanggung. Gambarannya begini, misalnya Paroki kita harus mengangkat beban satu ton, Anda ikut mengangkat beban itu satu ons. Beban yang berkurang satu ons. Kalau orang yang berpikiran seperti Anda ada 100, berarti beban berkurang 10 kg. Satu pengurangan yang lumayan. Semakin banyak umat yang berpikiran seperti Anda dan mau menyumbang, semakin kecil beban yang harus ditanggung Paroki. Hak yang diberikan oleh Gereja banyak juga. Misalnya hak menjadi orang katholik itu sendiri. Hak untuk diurusi ketika ada kesusahan. Hak untuk diurusi ketika ada keluarga yang menikah. Yang tidak kalah penting adalah hak untuk bersama Kristus hidup di surga kelak, suatu hak yang tidak dimiliki oleh sembarang orang. Begitu banyak hak yang kita bisa diperoleh, baik yang secara imani, maupun yang bisa kita rasakan di dunia ini.
Tugas Gereja Dirasa Sebagai Berkah, Bukan Beban
Umat berkualitas akan dengan senang hati menerima tugas yang diberikan oleh Gereja (baca Paroki). Seandainya tidak bisa melalukan suatu tugas yang diberikan, mencari tugas lain yang bisa dilaksanakan. Saya misalnya baru bisa mengambil bagian tugas dengan menulis di Senthir ini. Bisanya baru itu. Bahwa itu berguna atau tidak, silakan dinilai. Orang beriman bekerja secara tulus. Tidak merasa direndahkan karena harus melakukan pekerjaan yang dipandang kurang penting. Pekerjaan menyiapkan kursi untuk umat ketika akan ada misa paroki, tidak kalah pentingnya dengan menjadi ketua dewan paroki atau bahkan romo paroki sekalipun. Juga tugas memasak di belakang. Memang tidak kelihatan, tetapi perannya sungguh penting. Orang bisa mengambil tugas sesuai dengan kemampuan masing-masing. Yang penting perlu dan mungkin wajib ambil bagian. Orang yang bekerja secara tulus, tidak akan memandang orang lain ambil bagian atau tidak. Juga tidak mencurigai orang lain yang tidak ambil bagian. Juga tidak menimbang apa yang dapat diperoleh, bahkan sekedar pujian sekalipun.
Merasa Senasib Dengan Umat Lain
Kualitas orang beriman antara lain bisa dilihat dari minat untuk berkumpul. Merasa bahwa umat yang lain separoki adalah kawan dalam sepeziarahan (juga umat di luar paroki). Sebagai teman dalam sepeziarahan, maka bersedia menanggung susah senang bersama. Ketika ada umat yang dalam kesulitan bersedia membantu sesuai dengan porsi dan kemampuan. Saya teringat waktu masih di SPG Van Lith dulu, tahun 70-an. Pada bulan Mei kami beberapa kali mengadakan ziarah ke Sendang Sono. Waktu itu jalan becek dan licin, tak aneh jika sering ada peziarah yang terpeleset dan jatuh tidak bisa berjalan lagi. Dalam situasi itu ada peziarah yang ditandu kawan-kawan lain, meskipun kawan-kawan itu juga sedang berjuang penuh kesulitan untuk mencapai Sendang Sono. Bisa jadi gambaran hidup kita dalam peziarahan di dunia ini, seperti itu juga. Kadang perlu ada kawan yang digotong. Kita menggotongnya, bukan tidak mungkin kita yang digotong di saat lain. Orang kan tidak bisa menduga apa yang akan terjadi pada dirinya di masa datang. Bisa membantu teman merupakan kepuasan yang besar. Selain kita dapat media untuk berbuat baik dan menabung harta surgawi. Kan untuk berbuat baik, perlu media. Kita perlu berterima kasih sudah diberi media untuk berbuat baik. Coba bagaimana kita bisa berbuat baik, kalau tidak ada orang yang memerlukan bantuan kita. Friend in need is friend in deed (sahabat sejati adalah sahabat ketika dibutuhkan). Kalau kita dapat lotre satu milyar rupiah dan orang datang ke kita, itu belum tentu sahabat kita. Kalau nama kita jatuh atau kita dipenjara dan kawan kita datang, itu kawan sejati kita. (Semoga kita tidak jatuh nama atau dipenjara, ya).
Disiplin
Umat beriman yang berkualitas itu tepat waktu, menepati janji dan satunya kata dengan perbuatan. Umat yang datang ke misa tepat waktu, dan selalu begitu itu salah satu tanda umat yang berkualitas. Tidak peduli misa diadakan pukul berapapun orang yang disiplin akan hadir tepat waktu. Sebaiknya umat yang tidak disiplin pukul berapapun misa (atau kegiatan lain) dilangsungkan akan senantiasa terlambat. Orang terlambat bukan soal jauh - dekat atau awal tidaknya acara dimulai, tetapi lebih menyangkut mental. Di sekolah tempat saya bekerja, guru-guru dan murid yang datang awal justru yang tinggal di tempat yang jauh dari sekolah, juga yang transportasinya sulit. Believe it or not. Umat yang berkualitas tidak hanya disiplin dalam hal lain. Kalau sudah sanggup, ya sanggup, bukan setengah hati. Berbahagialah kalau Anda termasuk umat yang berkualitas.
Bagaimana kalau orang yang berdisiplin, menghadapi kenyataan, bahwa orang lain tidak disiplin. O, tentu tidak berteriak marah, tetapi mensiasati dengan membawa buku saku kecil, menanti orang lain yang belum datang dengan membaca, atau mengobrol dengan teman sebelah, tukar resep jamu tradisional atau membuat acara lain yang membuat suasana tidak amburadul tetap enjoy.
Religius
Umat berkualitas, tahu bahwa hidupnya tidak sendiri, juga ketika sendirian. Karena itu ia cenderung tidak merasa takut, atau sepi. Tidak patah semangat ketika menghadapi rintangan. Bukan lari pada klenik, tetapi lari pada Tuhan. Orang beriman juga percaya akan kekuatan doa. Bagaimana seandainya doa itu lama belum terkabul. Tetap terus sebab orang beriman tidak memaksakan kehendaknya pada Tuhan, sebab Dia tahu yang terbaik. Imannya memberi kekuatan yang luar biasa.
Orang yang religius senantiasa rindu akan Tuhan. Berdoa tidak lagi dianggap sebagai kewajiban atau rutinitas, tetapi sebagai sarana untuk bertemu dan berdialog langsung dengan Tuhan. Betapa bahagianya orang yang religius, sebab beban hidupnya disangga bersama dengan Tuhan dan karenanya menjadi ringan.
Marilah berlomba untuk menjadi umat yang berkualitas, dengan penuh kerelaan menerima bagian tugas dari Gereja, sebab itu berarti kita meringankan orang lain yang sama-sama berjalan dalam peziarahan kita. Orang beriman yang pas bandrolpun akan naik surga, tetapi kan belakangan. God bless you.

Pak Ngadelan
Lingkungan Mater Dei


Tidak ada komentar: